Jumat 15 May 2020 20:08 WIB

Omnibus Law Mampu Pangkas Aturan Tumpang Tindih Kementerian

Kewenangan kementerian cukup diberikan melalui aturan lanjutan tanpa membuat UU baru.

Rep: Novita Intan/ Red: Nidia Zuraya
omnibus law ciptaker
Foto: istimewa
omnibus law ciptaker

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Metode Omnibus Law dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja memungkinkan dapat memangkas ego sektoral yang selama ini terjadi di berbagai kementerian. Hal ini mengingat ego sektoral kerap kali muncul sebelumn disahkan melalui Undang-Undang

Praktisi dan Akademisi Hukum Administrasi Negara Universitas Indonesia Hari Prasetiyo menilai secara prinsip, Omnibus Law RUU Cipta Kerja menguatkan wewenang presiden, reposisi kewenangan presiden.

Baca Juga

"Ini penting untuk memangkas ego sektoral antar kementerian bahkan ego dari pemerintahan daerah. Padahal, posisi menteri adalah pembantu presiden dalam pemerintahan," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat (15/5).

Menurutnya permasalahan tersebut diperparah lagi dengan peraturan-peraturan menteri yang seringkali tumpang tindih. Dalam metode Omnibus Law yang digunakan dalam RUU Cipta Kerja, kewenangan kementerian ini cukup diberikan melalui aturan lanjutan tanpa harus membuat UU baru.

"Bisa cukup diatur dalam Peraturan Presiden, atau Peraturan Pemerintah (PP), sehingga ketika nanti kewenangannya dirasa overlap, presiden bisa tinggal cabut saja," kata Hari melanjutkan.

Terkait otonomi daerah dan Peraturan Daerah (Perda) yang juga sering menjadi hambatan investasi, Hari menekankan otonomi daerah pada hakikatnya pembagian kewenangan kepada daerah oleh pemerintah pusat.

"Kita ini bukan negara federal tapi negara kesatuan. Harus diingat pemerintah daerah, kepala daerah dan DPRD termasuk pembantu presiden juga. Fungsinya adalah representasi pemerintah pusat di daerahnya masing-masing," ucapnya.

Hari juga mengingatkan peraturan daerah sejatinya bukan produk legislatif karena DPRD tidak mendapatkan kewenangan dari DPR. "DPRD itu bagian dari pemerintah daerah yang kewenangannya diberikan oleh pemerintah pusat," kata Hari.

Kontroversi yang muncul pada RUU Cipta Kerja adalah kewenangan presiden bisa mencabut peraturan daerah. Padahal sudah ada aturan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan kewenangan tersebut.

"Pembatalan Perda oleh presiden ini memang sudah pernah ada aturan MK-nya, tapi kita perlu ingat saat itu terjadi dissenting opinion juga dari empat hakim. Jadi secara akademik, masih sangat mungkin didiskusikan," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement