Jumat 15 May 2020 16:28 WIB

Iuran BPJSK, Nasdem: Pemerintah tak Paham Esensi Putusan MA

Secara substansial, materi Perpes 64/2020 tidak jauh berbeda dengan Perrpes 75/2019.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Anggota Komisi IX Okky Asokawati.
Foto: DPR
Anggota Komisi IX Okky Asokawati.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Bidang Kesehatan Partai Nasdem Okky Asokawati menilai, keputusan pemerintah menaikkan kembali besaran iuran BPJS Kesehatan (BPJSK) melalui Perprs No 64/2020 bermasalah dari sisi materiil peraturan perundang-undangan. Maka, menurutnya, besar kemungkinan Perpres ini akan bernasib sama dengan Perpres sebelumnya. 

Apalagi, kata Okky, materi yang tertuang di Perpres nomor 64/2020 secara substansial tidak berbeda dengan Perpres 75/2019 yang telah dibatalkan oleh MA. "Secara substansial, materi Perpes 64/2020 tidak jauh berbeda dengan Perrpes 75/2019 yang telah dibatalkan MA. Jadi, besar kemungkinan Perpes 64/2020 akan dibatalkan MA," ujar Okky dalam keterangannya, Jumat (15/5).

Okky berpendapat perbedaan Perpres 64/2020 dengan Perpres 75/2020 hanya menunda kenaikan pembayaran khususnya di kelas III pada awal tahun 2021. Padahal, MA dalam putusannya membatalkan norma di Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) Perpres 75/2019. Kata Okky, di Pasal 34 ayat (1) Perpres 64/2020 hakikatnya sama dengan norma yang dibatalkan oleh MA. 

"Norma saat ini hanya menunda kenaikan kelas III hingga awal tahun 2021. Adapun kelas II dan kelas III hanya dikurangi Rp. 10.000 dari rencana sesuai Perpres 75/2019 dan efektif pada awal Juli mendatang," papar Okky.

Okky mengingatkan, salah satu pertimbangan hakim MA dalam putusan atas pembatalan norma di Perpres 75/2019. Karena terdapat kewajiban negara untuk menjamin kesehatan warga serta kemampuan warga negara yang tidak meningkat.

"Dari pertimbangan hakim ini saja, penyusun Perpres 64/2020 ini tampak gagal paham dalam memahami pertimbangan dan putusan MA," cetus Okky. 

Selain itu, secara obyektif kondisi masyarakat saat ini makin sulit imbas dampak pandemi Covid-19. Situasi tersebut juga diamini pemerintah dengan program jaring pengaman sosial (social safe net). Sayangnya, Perpres 64/2020 justru menabrak spirit yang terkandung dalam pertimbangan dan putusan MA dulu. 

"Saat ini kondisi ekonomi masyarakat justru makin parah dibanding saat MA membatalkan Perpres 75/2019 pada 27 Februari 2020 lalu, dimana Indonesia belum terdampak Covid-19," tambah Okky. 

Kemudian Okky menambahkan, jika menyitir kajian KPK semestinya iuran BPJS Kesehatan tak perlu naik. Sejumlah rekomendasi KPK terkait persoalan BPJS Kesehatan ini di antaranya agar Kementerian Kesehatan menyusun Pedoman Nasional Praktik Kedokteran (PNPK) yang hingga Juli 2019 lalu baru 32 PNPK dari target sejak 2015 sebanyak 80 PNPK. 

"Dalam kajian KPK ketiadaan mengakibatkan pengobatan yang tidak perlu (unnecessary treatment)," sebut Okky. 

Okky menyatakan, rekomendasi KPK lainnya agar Kemenkes memberi pilihan untuk pembatasan manfaat untuk penyakit katastropik yakni penyakit akibat gaya hidup. KPK menyebutkan, jika terdapat pembatasan manfaat untuk jenis penyakit ini dapat mengurangi potensi pengobatan yang tidak perlu sebesar 5-10 persen. 

"Jadi, banyak opsi yang bisa dilakukan Kemenkes dan BPJS Kesehatan selain menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Ini persoalan mau atau tidak," ucap Okky.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement