Itikaf Bukan Satu-Satunya Jalan Meraih Malam Lailatul Qadar

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil

Jumat 15 May 2020 14:45 WIB

Itikaf Bukan Satu-Satunya Jalan Meraih Malam Lailatul Qadar. Foto: Ilustrasi Itikaf Foto: dok. Republika Itikaf Bukan Satu-Satunya Jalan Meraih Malam Lailatul Qadar. Foto: Ilustrasi Itikaf

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Itikaf merupakan ibadah yang bersifat taukifi. Taukifi adalah ibadah yang ketentuannya telah ditentukan di dalam ajaran agama dan tidak bisa diubah-ubah. Itikaf yaitu berdiam diri di masjid untuk tafakkur, dzikir kepada Allah, mengingat Allah, dan memperbanyak ibadah seperti shalat dan baca Alquran.

"Intinya adalah diam di dalam masjid. Itikaf adalah taukifi atau ta'abbudi, ibadah yang tidak bisa diubah-ubah, yang ketentuannya sudah dijelaskan di dalam ajaran agama," kata Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH. Salahuddin Al-Ayyubi.

Baca Juga

Karena itu, Kiai Salahuddin menyampaikan, itikaf tidak bisa diganti dengan yang lain, misalnya itikaf di rumah. Menurut dia itu tidak tepat dan tidak ada itikaf di rumah karena tempat itikaf adalah di masjid. Jika terjadi kondisi di mana tidak bisa melakukan ibadah yang biasa dikerjakan pada waktu itikaf, maka diperbolehkan dilaksanakan di luar masjid seperti di rumah.

Keadaan pandemi wabah Covid-19 sekarang ini, lanjut Kiai Salahuddin, bisa menjadi uzur (penghalang) sehingga dianjurkan untuk mengerjakan ibadah tersebut di rumah. Apalagi, dia mengingatkan, anjuran beriktikaf ini berlaku untuk kondisi yang normal dan tidak terdapat uzur.

Namun, Kiai Salahuddin menyatakan, meski pandemi ini menjadi uzur, pelaksanaan ibadah yang biasanya dikerjakan saat itikaf lalu sekarang dilakukan di rumah, tetap tidak bisa disebut itikaf. "Karena definisi itikaf itu ada tata cara yang disebutkan dalam ajaran agama kita yaitu diam di dalam masjid," ujarnya.

Kiai Salahuddin melanjutkan, Rasulullah SAW bersabda bahwa siapa yang mendirikan di malam-malam bulan Ramadhan dengan penuh keimanan maka dia akan diampuni dosa-dosanya yang lalu. Maksud dari mendirikan di sini yakni memperbanyak ibadah di malam-malam Ramadhan. "Mendirikan di malam-malam bulan Ramadhan itu tidak harus di dalam masjid. Di luar masjid juga bisa dilakukan," ujar dia.

Itikaf, lanjut Kiai Salahuddin, juga bukan satu-satunya ibadah untuk mendapatkan Lailatul Qadar pada Ramadhan. Memperbanyak ibadah di rumah, termasuk di tengah pandemi sekarang ini, juga bisa menjadi cara untuk meraih malam yang lebih baik dari 1.000 bulan itu.

"Maka kita fokus beribadah di rumah masing-masing, dan itu bisa dikategorikan sebagai qiyamullail, mendirikan malam-malam Ramadhan. Kalau di saat itu ada Lailatul Qadar, kita Insya Allah termasuk orang yang mendapatkan Lailatul Qadar itu," katanya.

Soal pahala beritikaf, Pengajar di Ma'had Daarussunnah Bekasi, Ustaz Muhammad Azizan, Lc menjelaskan bahwa tidak ada riwayat tentang pahala besar bagi orang yang beritikaf di 10 hari terakhir Ramadhan. Namun, Rasulullah SAW selama hidupnya tidak pernah meninggalkan aktivitas tersebut. "Dan ini menunjukkan keutamaan itikaf di 10 hari terakhir pada Ramadhan," kata dia.

Dalam hadis riwayat Muttafaqun 'Alaih dari jalur Aisyah, disebutkan bahwa Rasulullah SAW beritikaf di 10 hari terakhir pada Ramadhan sampai beliau wafat, lalu kegiatan itikaf itu dilanjutkan oleh istri-istri beliau. Bahkan di tahun wafatnya, beliau beritikaf di 20 hari terakhir Ramadhan. (HR. Bukhori, no. 2040)

Ustaz Azizan kembali memaparkan, itikaf pada dasarnya di masjid, sehingga tidaklah dianggap itikaf kecuali di dalam masjid. Ini menjadi ijma para ulama berlandaskan firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah ayat 187, "Dan janganlah kalian berhubungan dengan istri-istri kalian, sedangkan kalian dalam keadaan beritikaf di masjid".

Namun, Ustaz Azizan melanjutkan, sebagian ahli ilmu seperti Imam Abu Hanifah, Ibrahim an-Nakho'i, dan Sufyan al-Tsauri, berpendapat wanita boleh beritikaf di rumahnya, yakni di mushala dalam rumah. Walaupun, secara zhahir, ayat dan hadis tentang itikaf sama saja antara wanita dan laki-laki. "Bahwa iktikaf itu di dalam masjid," tuturnya.

Dalam konteks pandemi sekarang ini, apakah dibolehkan beritikaf di rumah? Ustaz Azizan mengungkapkan, sebagian ulama membolehkan beritikaf di mushalla dalam rumah tetapi memberikan beberapa syarat. Syarat pertama, harus memiliki mushala di dalam rumah yang dikhususkan untuk beribadah. "Jadi bukan seluruh space di rumahnya," katanya.

Kedua, berkomitmen untuk tidak meninggalkan tempat tersebut kecuali dalam kondisi darurat, seperti jika ia hendak buang hajat. "Dan yang perlu menjadi catatan, itikaf ini hanya berlaku dalam kondisi sekarang ini (pandemi Covid-19)," tutur alumnus Fakultas Syariah Universitas Al-Imam Muhammad Bin Su'ud Riyadh Cabang Jakarta itu.