Kamis 14 May 2020 19:31 WIB

Elemen Mahasiswa Kritisi Penanganan Covid-19 Jatim

Selama masa PSBB tidak ada koordinasi yang baik antara Pemprov Jatim dengan daerah.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Muhammad Fakhruddin
Warga berkerumun pada hari kedua pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap II di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (13/5/2020). Pada pelaksanaan PSBB tahap II yang berlaku mulai 12 Mei 2020 di Surabaya Raya (Surabaya, Gresik dan Sidoarjo) masih ditemukan kerumunan warga di sejumlah tempat umum meski pemerintah telah mempertegas sanksi berupa tidak dapat memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) dan penangguhan pengajuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) selama enam bulan
Foto: Antara/Moch Asim
Warga berkerumun pada hari kedua pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap II di sekitar kawasan Jembatan Suramadu, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (13/5/2020). Pada pelaksanaan PSBB tahap II yang berlaku mulai 12 Mei 2020 di Surabaya Raya (Surabaya, Gresik dan Sidoarjo) masih ditemukan kerumunan warga di sejumlah tempat umum meski pemerintah telah mempertegas sanksi berupa tidak dapat memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) dan penangguhan pengajuan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) selama enam bulan

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA -- Elemen mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya Cipayung Plus Jatim mengkritisi penanganan Covid-19 yang dilakukan Pemerintah Provinsi Jatim. Raport merah diberikan lantaran saat ini Jawa Timur menduduki peringkat kedua terbanyak kasus positif Covid-19 secara nasional. Bahkan berada di atas Jateng dan Jawar yang lebih dulu dilanda wabah Covid-19. 

"Padahal sudah ada yang terapkan PSBB. Tapi PSBB-nya tidak efektif, Ini menunjukkan kegagalan koordinasi tiga daerah yakni Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik. Sejauh ini belum terlihat strategi  jitu dalam perang melawan Covid-19," kata Ketua HMI Jatim, Yogi Pratama dalan siaran persnya, Kamis (14/5).

Ketua Umum GMNI Jatim, Nabrisi Rohid juga menilai, selama masa PSBB tidak ada koordinasi yang baik antara Pemprov Jatim dengan daerah yang menerapkannya. Bahkan Pemprov Jatim dan Pemkot Surabaya terlihat saling menyalahkan. "Ini kan berbahaya dalam ngurus Covid-19," kata dia.

Harusnya, kata Nabrisi, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa bisa merangkul dan mengajak komunikasi daerah-daerah yang kesulitan menangani Covid-19. Artinya, kata dia, dalam memerangi penyebaran Covid-19 dibutuhkan gotong-royong.

"Pemprov jangan sampai kalah sama masyarakat. masyarakat sudah gotong royong menggalang donasi. Gak usah saling menyalahkan, mending fokus urus Covid-19," ujarnya.

Ketua KAMMI Jatim, Rijal Faizin Rahman bahkan menilai, Pemprov Jatim lamban dalam penanganan Covid-19. Sehingga kini semua daerah di Jatim menjadi zona merah. Tidak saja dalam penanganan Covid, penyaluran bantuan bagi masyarakat terdampak pun dinilainya amburadul. 

"Sehingga yang terjadi, tidak terasanya keterlibatan pemprov dalam memberikan bantuan kepada masyarakat Jatim bahkan salah sasaran, khususnya untuk warga perantauan yang terjebak di kota perantaunannya," kata Rijal.

Kritik juga dilayangkan Ketua GMKI Jatim, Ridwan Tapatfeto. Dia menilai Pemprov Jatim kurang serius dalam penerapan PSBB. Hal itu dapat dilihat dari masih banyak aktivitas masyarakat, serta perusahaan yang masih beroperasi di tengah penerapan PSBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement