Kamis 14 May 2020 13:05 WIB

Pemkot Surabaya Gencarkan Rapid Test

Rapid test digencarkan di Surabaya dalam upaya mencegah penularan Covid-19.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Esthi Maharani
Dua petugas medis memeriksa hasil dari sejumlah alat test diagnostik cepat atau rapid test COVID-19
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Dua petugas medis memeriksa hasil dari sejumlah alat test diagnostik cepat atau rapid test COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengaku, pihaknya terus menggencarkan rapid test dalam upaya mencegah penularan Covid-19. Sejak awal April hingga 12 Mei 2020, Pemkot Surabaya telah melakukan rapid test terhadap 7.223 orang, sebagai deteksi dini prnyebaran Covid-19.

Risma menjelaskan, 4.585 orang di antara mereka yang dilakukan rapid test adalah orang tanpa gejala (OTG) sebanyak 4.585. Hasilmya, 650 warga dinyatakan reaktif dan 3.935 sisanya nonreaktif. Rapid test juga dilakukan terhadap orang dalam pemantauan (ODP) sebanyak 641 orang. Hasilnya 51 orang dinyatakan reaktif.

“Untuk pasien dalam pengawasan (PDP) jumlahnya 160 pasien yang didalamnya terdapat 41 pasien reaktif dan 119 nonreaktif,” kata Risma di Surabaya, Kamis (14/5).

Risma melanjutkan, rapid test juga dilakukan terhadap tenaga kesehatan sebanyak 1.837 orang. Dari angka tersebut, 46 di antaranya dinyatakan reaktif dan 1.791 orang sisanya nonreaktif. Risma menyebut, sedikitnya ada tujuh titik di Surabaya yang telah dilakukan rapid test massal.

Ketujuh titik yang dimaksud adalah Sawah Pulo, Kebon Dalam Tengah, Dupak Timur 4, Gresik PPI Pasar, Tenggilis Utara 2, Gubeng Masjid 1, dan Wonorejo Rungkut. “Masing-masing wilayah koordinasinya dengan Puskesmas,” ujar Risma.

Wali kota perempuan pertama di Surabaya itu mengatakan, sebelum dilakukan rapid test, melakukan pemilahan terlebih dahulu. Ketika ditemukan daerah dengan jumlah warga yang terkonfirmasi Covid-19 cukup banyak, maka dilakukan rapid test serentak.

"Jadi setelah saya lihat data, yang banyak dimana? oke di situ dilakukan rapid test,” kata Risma.

Risma menegaskan, meski hasil rapid test yang rekatif terbilang tinggi, namun belum tentu hasil swabnya juga demikian. Berdasarkan pengalaman, kata dia, banyak kasus yang rapidnya reaktif, tapi saat dilakukan tes swab hasilnya negatif. Bahkan setelah tes swab dua kali hasilnya tetap negatif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement