Rabu 13 May 2020 23:38 WIB

Ini Persoalan Penerapan Program Merdeka Belajar di Daerah

Masih banyak daerah yang membuat peraturan ujian sekolah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Ratna Puspita
Belajar (ilustrasi). Masih banyak daerah yang membuat peraturan ujian sekolah meski konsep merdeka belajar mendorong sekolah memiliki kebebasan untuk membuat bentuk ujian sekolah.
Foto: SLI
Belajar (ilustrasi). Masih banyak daerah yang membuat peraturan ujian sekolah meski konsep merdeka belajar mendorong sekolah memiliki kebebasan untuk membuat bentuk ujian sekolah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Iwan Syahril menjelaskan persoalan pada penerapan program merdeka belajar di daerah. Ia mengatakan masih banyak daerah yang membuat peraturan ujian sekolah seperti yang sudah dilakukan tahun-tahun sebelumnya. 

Iwan mengatakan salah satu poin dalam program merdeka belajar yaitu soal ujian sekolah. Di dalam konsep merdeka belajar, sekolah diberikan kebebasan untuk membuat bentuk ujian sekolah.

Iwan memahami di lapangan, masih banyak yang belum siap menjalankan kebijakan merdeka belajar. "Memang sebuah realitas yang kita hadapi, perubahan mindset itu butuh waktu," kata Iwan dalam diskusi bersama Ikatan Guru Indonesia (IGI), Rabu (13/5). 

Esensi dari merdeka belajar sebenarnya adalah ownership atau rasa kepemilikan. Dengan demikian, pemerintah daerah dan satuan pendidikan diharapkan bisa melakukan hal yang sesuai dengan masalah yang dihadapi masing-masing. Sebab, setiap daerah dan satuan pendidikan menghadapi masalah yang berbeda-beda. 

Pada saat yang sama, ia menyadari ekosistem pendidikan di Indonesia masih membutuhkan panduan untuk merdeka. Terkait hal ini, Iwan menuturkan, Kemendikbud membuat panduan-panduan. 

Kendati demikian, panduan yang diberikan bukan berupa mandat yang wajib dilakukan. Namun, tujuan panduan adalah membantu pihak-pihak yang masih gamang dan tidak yakin menjalankan kebijakan merdeka belajar. 

"Sudah mau diajak berlari tapi kayaknya masih ragu-ragu, itu memang menjadi PR kita," kata dia lagi. 

Terkait menciptakan ekosistem yang mendukung untuk merdeka, Iwan mengatakan memang Kemendikbud tidak bisa bekerja sendirian. Kemendikbud sangat mengapresiasi organisasi profesi yang ikut mendorong ekosistem pendidikan yang lebih baik.

Di sisi lain, ia mengatakan, mengatakan pihaknya memikirkan bagaimana bisa meningkatkan keterikatan (engagement) dengan pemerintah daerah. Ia mengakui, selama ini banyak konsolidasi yang belum terjalan dengan baik antara pusat dan daerah. 

Ia menjelaskan, masalah regulasi memang menjadi tantangan dalam memajukan pendidikan di Indonesia. "Pemerintah kelihatannya besar, tapi sebenarnya punya banyak keterbatasan. Regulasi-regulasi itu menjadi tantangan yang harus kita cari solusinya," kata Iwan. 

Saat ini, dirinya sedang mencoba belajar dengan cepat memahami dinamika-dinamika yang terjadi di lapangan. Pada saat ini, kata Iwan, pihaknya terus melakukan konsolidasi yang dinilai masih belum maksimal dijalankan. 

Sementara itu, Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim mengatakan pandangan Ditjen GTK sebenarnya sejalan dengan IGI. Namun, ia menegaskan benturan regulasi menjadi satu hal yang harus bisa dihadapi. 

Ia mencontohkan dengan adanya isu balai guru penggerak untuk tempat pelatihan guru. Sementara di lapangan saat ini sudah ada LPMP dan P4TK. Ia mempertanyakan bagaimana nanti posisi tempat-tempat tersebut dalam pelatihan guru. 

"Di sisi lain, ketika misalnya, balai guru penggerak ini didorong akan ada benturan regulasi. Misalnya, seperti apa posisi-posisi itu," kata Ramli. 

Lebih lanjut, Ramli ingin apapun langkah yang dilakukan Kemendikbud, dapat menciptakan atmosfer pendidikan yang mampu meningkatakan kompetensi guru secara mandiri. Sebab, ia melihat selama ini kebijakan yang dilakukan terkait dengan kompetensi guru seringkali tidak tepat. Pada akhirnya, pelatihan dilakukan namun tidak menghasilkan dampak yang signifikan terhadap pendidikan Indonesia. 

Dalam rangka menciptakan atmosfer tersebut, Ramli mengatakan Kemendikbud harus memperjelas fungsi dan posisi organisasi profesi guru. Bukan dengan melibatkan organisasi masyarakat di luar guru. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement