Rabu 13 May 2020 21:20 WIB

BBTMC: Titik Panas Tetap Muncul di Tengah Pandemi Covid-19

Saat kemarau terjadi penurunan tinggi muka air tanah gambut sehingga rentan terbakar.

Petugas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Kelas I Pekanbaru memperlihatkan peta sebaran titik panas dari satelit Terra Aqua di Kantor BMKG Pekanbaru, Riau, Kamis (22/8/2019).
Foto: Antara/Rony Muharrman
Petugas Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Kelas I Pekanbaru memperlihatkan peta sebaran titik panas dari satelit Terra Aqua di Kantor BMKG Pekanbaru, Riau, Kamis (22/8/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan titik panas (hotspot) tetap muncul meskipun ada kebijakan pembatasan aktivitas di tengah pandemi Covid-19.

"Apakah di masa pandemi ini kemudian orang diam di rumah tidak membakar, kita tidak menjustifikasi itu tidak men-judge itu tapi yang terjadi itu ternyata tetap muncul hotspot maupun firespot yang dilaporkan," kata Seto dalam konferensi video, Jakarta, Rabu.

Dengan kondisi itu, dia mengatakan tim penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) termasuk para Manggala Agni juga tetap bekerja di lapangan untuk memantau dan mencegah terjadinya karhutla.

"Patroli-patroli dengan menggunakan helikopter untuk memantau dari udara juga tetap dijalankan," katanya.

Ia menjelaskan, memasuki musim kemarau dan menjelang puncak musim kemarau, maka operasi TMC kembali dilakukan selama periode 30 hari ke depan, dengan rincian 15 hari pertama untuk wilayah Provinsi Riau dan sekitarnya, dan 15 hari selanjutnya untuk Provinsi Sumatera Selatan.

"Setelah itu, rencananya operasi TMC akan dilakukan untuk wilayah Kalimantan," katanya.

Saat musim kemarau, menurut dia, terjadi penurunan tinggi muka air tanah (TMAT) gambut sehingga rentan terbakar saat dalam keadaan lahan gambut mulai mengering.

Untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla), maka tim TMC berupaya untuk menciptakan hujan buatan sehingga dapat membasahi lahan gambut dan mencegah kemunculan titik panas.

Seto mengatakan karhutla di Tanah Air paling tinggi terjadi pada 2015, cukup tinggi di 2019, dan diharapkan pada 2020 akan semakin menurun.

Jadi, sasaran dari TMC adalah daerah-daerah yang memang mengalami penurunan tinggi muka air tanah gambut dan daerah yang berulang terbakar dan banyak titik panas.

"Semoga kali ini bisa menekan terjadinya kemunculan hotspot dan firespot sebagaimana diarahkan ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya bahwa jangan sampai pandemi Covid-19 yang mengganggu kehidupan masyarakat saat ini akan ditambah dengan bencana asap karhutla," tutur Seto.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement