Itikaf Boleh di Rumah? Ini Penjelasan UAS

Red: Hasanul Rizqa

Rabu 13 May 2020 15:31 WIB

Ustaz Abdul Somad Foto: (dok @ustadzabdulsomad_official) Ustaz Abdul Somad

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Biasanya, umat Islam berkonsentrasi pada ibadah itikaf di masjid-masjid dalam 10 malam terakhir Ramadhan. Namun, kondisi saat ini Tanah Air masih dilanda pandemi Covid-19. Menurut protokol kesehatan, warga sangat dianjurkan untuk tetap berada dalam rumah masing-masing.

Bila sudah demikian, apa mungkin itikaf dilakukan di kediaman sendiri? Ustaz Abdul Somad (UAS) memberikan jawabannya.

Baca Juga

Terlebih dahulu, ia menegaskan definisi itikaf, yakni "menetap di masjid dengan niat ibadah." Hal ini berdasarkan dalil, yaitu hadis Nabi Muhammad SAW. Beliau shalallahu 'alaihi wasallam biasa melakukan itikaf pada 10 malam terakhir Ramadhan. Kebiasaan itu terus dijalaninya hingga beliau wafat.

Dan, para istri Nabi SAW pun mengamalkan ibadah ini, termasuk setelah sang suami tercinta berpulang ke rahmatullah. UAS mengatakan, riwayat hadis itu sahih, sebagaimana termaktub dalam Sahih Bukhari.

Boleh di rumah

Lantas, di manakah tempat itikaf menurut tuntunan Rasulullah SAW? Muslim dapat memilih salah satu dari tiga lokasi berikut.

Pertama, masjid besar (masjid jami'). Agar dapat dikategorikan demikian, suatu masjid mesti bisa mengadakan shalat Jumat. Kedua, masjid biasa. Dalam arti, bangunan-bangunan semisal mushala atau surau dapat pula dijadikan tempat beritikaf. Ketiga, tempat shalat di rumah (mushalla al-bait). Lokasi ini dibolehkan, umpamanya, bagi kaum perempuan Muslim, sebagaimana dijelaskan menurut mazhab Hanafi.

"Keterangan ini bersumber dari kitab al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuhu, Juz III, halaman 1.757. Nah, dalam masa pandemi korona seperti sekarang, karena darurat bisa kita ambil opsi ketiga (sebagai tempat beritikaf)," kata UAS saat dihubungi Republika, hari ini.

Durasi dan tujuan

Itikaf mestilah didasari niat yang tulus ikhlas, semata-mata mengharapkan ridha Allah SWT. UAS mengatakan, ada lima tujuan beritikaf, yaitu menyucikan hati, merasakan pengawasan Allah Ta'ala, fokus ibadah, melepaskan diri dari keduniawian, hingga berserah diri kepada Allah.

Berapa lamakah durasi itikaf? Menurut jumhur ulama, lanjut UAS, paling minimal durasi itikaf ialah lebih sedikit dari gerakan rukuk dalam shalat. Adapun batas maksimalnya itikaf mengikuti sunah Rasulullah SAW. Diketahui, Nabi SAW pernah 20 hari tidak keluar dari masjid.

UAS menjabarkan, ada setidaknya tiga pilihan waktu itikaf. Pertama, waktu subuh. Seorang Muslim sesudah shalat subuh, hendaknya berzikir hingga matahari terbit. Lalu, ia melakukan shalat sunah isyraq. Lamanya itikaf itu kira-kira 90 menit atau lebih.

Kedua, kala shalat isya. Ini yang biasa kita jumpai saat Ramadhan. Orang-orang sesudah melaksanakan shalat isya berjamaah, lantas shalat tarawih dan witir. Kemudian, mereka membaca Alquran, berzikir, dan sebagainya. Durasinya pun bisa sekitar 90 menit atau lebih.

"Ketiga, saat bangun malam. Sepertiga malam, terutama. Dirikanlah shalat sunah wudhu, shalat sunah taubat, shalat sunah hajat, dan shalat tahajud. Sesudah itu, baca Alquran atau berzikir," ujar alumnus Universitas al-Azhar itu.

photo
Itikaf (ilustrasi)

Ibadah-ibadah

Lantas, apa saja yang seyogianya dilakukan seorang Muslim ketika beritikaf? UAS memaparkan beberapa ibadah yang hendaknya dilakukan kala itikaf.

"Shalat wajib dan shalat sunah, membaca Alquran, berzikir, tafakkur, atau bisa pula membaca buku-buku agama," ucap peraih anugerah Tokoh Perubahan Republika 2017 itu.