Rabu 13 May 2020 13:22 WIB

Industri Migas tak Impor Minyak Meski Harga Turun

KKKS memilih tetap berproduksi karena akan mendukung operasi hilir migas.

Industri hulu migas nasional, baik Pertamina maupun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lain bertekad tidak akan melakukan impor di tengah menurunnya harga minyak dunia. Sebaliknya, KKKS memilih untuk tetap berproduksi.
Foto: AP
Industri hulu migas nasional, baik Pertamina maupun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lain bertekad tidak akan melakukan impor di tengah menurunnya harga minyak dunia. Sebaliknya, KKKS memilih untuk tetap berproduksi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Industri hulu migas nasional, baik Pertamina maupun Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) lain bertekad tidak akan melakukan impor di tengah menurunnya harga minyak dunia. Sebaliknya, KKKS memilih untuk tetap berproduksi.

Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong dalam keterangan tertulis di Jakarta mengatakan, Pertamina dan industri migas lain tetap melakukan operasional dan tidak akan menghentikan produksi, meski kondisi sangat sulit. Apalagi, saat ini disertai dengan pandemi Covid-19.

Baca Juga

"Tidak mungkin Pertamina dan KKKS lain mengalihkan ke impor, semata-mata hanya untuk mendapatkan harga murah. Bisa jadi produksi memang menurun karena berbagai kendala akibat pandemi Covid-19. Tetapi, industri migas harus tetap beroperasi," katanya, Rabu (13/5).

Menurut dia, sejumlah kendala tentu akan dihadapi seperti lebih sulit membawa barang sehingga terlambat datang. Selain itu, perlu juga dipastikan bahwa orang-orang yang terlibat di lapangan harus sehat.

"Karena bisa saja, ketika barang akan dibawa tetapi orangnya sedang dikarantina," kata Meity, panggilan akrab Direktur Eksektutif IPA itu.

Tetapi, lanjutnya, apapun kendalanya, industri migas harus tetap beroperasi. Karena pada dasarnya, produksi domestik harus maksimal dan SKK Migas pun mendukung.

Dikatakannya, selain untuk menjaga tingkat produksi, operasional hulu migas juga berdampak sangat luas terhadap ekonomi nasional. Jika industri migas berjalan, tambahnya, maka industri pendukung, juga tetap beroperasi. Misalnya penyedia kapal, barang-barang operasi, seperti valve, pipa, pompa, dan berbagai jasa lain.

"Karena tidak mungkin kami beroperasi tanpa industri pendukung. Dengan demikian, bukan hanya industri migas yang tetap baik, tetapi ekonomi berbagai sektor juga tetap bergerak. Orang-orang masih bekerja, kegiatan ekonomi tetap berjalan. Jadi, multiplier effect-nya memang banyak," kata dia.

Dengan tetap berproduksi, menurut dia, karyawan juga masih membayar pajak kepada negara. "Jadi, jangan hanya melihat harga minyak dunia turun terus melakukan menghentikan produksi dan beralih ke impor. Kami melihat lebih luas. Kami juga tidak ingin terjadi lay off massal, " ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement