Rabu 13 May 2020 10:20 WIB

Warga Yogyakarta Diserukan Waspadai Penjualan Telur Infertil

Telur infertil mulai marak diperdagangkan di beberapa daerah di Yogyakarta.

Telur ayam. Secara fisik, telur infertil sulit dibedakan dengan telur konsumsi.
Foto: Republika/Imas Damayanti
Telur ayam. Secara fisik, telur infertil sulit dibedakan dengan telur konsumsi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta memperketat penjualan telur ayam ras. Langkah itu dilakukan sebagai upaya antisipasi praktik penjualan telur infertil yang marak di berbagai daerah dalam beberapa hari terakhir.

“Seharusnya telur ayam infertil tidak boleh dijual untuk dijadikan telur konsumsi. Kami sudah lakukan pemantauan dan sampai saat ini tidak ada temuan,” kata Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Yogyakarta Yunianto Dwi Sutono di Yogyakarta, Rabu.

Baca Juga

Menurut Yunianto, pemantauan akan terus diperketat supaya konsumen tidak dirugikan saat membeli telur ayam. Telur infertil bisa membuat orang tergiur karena harganya yang murah, namun telur tersebut tidak bisa bertahan lama layaknya telur konsumsi.

Yunianto menyatakan telah meminta paguyuban pedagang, termasuk lurah di seluruh pasar tradisional di Kota Yogyakarta, untuk meningkatkan kewaspadaan dan pemantauan terhadap praktik jual beli telur ayam infertil tersebut. Ia berharap, masyarakat pun bisa teliti saat akan membelinya

“Telur ayam ini tidak pas untuk dikonsumsi karena mudah sekali busuk,” katanya

Secara fisik, menurut dia, tidak ada perbedaan yang mencolok antara telur ayam infertil dan telur ayam konsumsi. Namun, di suhu ruang, telur ayam infertil hanya mampu bertahan sekitar tujuh hari, sedangkan untuk telur ayam konsumsi bisa bertahan hingga sekitar satu bulan.

“Di beberapa daerah yang sudah ditemukan praktik jual belinya, telur ayam infertil dijual dengan harga yang sangat murah yaitu Rp 7.000 per kilogram. Padahal, harga jual telur konsumsi mencapai sekitar Rp 20 ribu per kg,” katanya.

Karena perbedaan harga yang sangat jauh tersebut, menurut dia, banyak konsumen yang kemudian tergiur untuk membeli telur ayam tersebut. Meningkatnya praktik jual beli telur ayam infertil di beberapa daerah, menurut Yunianto, terjadi karena suplai anakan ayam sudah mencukupi, bahkan cenderung berlebih, sehingga pembibit menilai jika biaya menetaskan telur akan lebih mahal dibanding anakan ayam.

“Akhirnya, telur pun langsung dijual ke pasar,” katanya.

Pemerintah sudah memiliki aturan untuk melarang penjualan telur infertil yang diatur dalam Permentan Nomor 32/Permentan/PK.230/2017 tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement