Selasa 12 May 2020 22:34 WIB

PBNU Nilai Wacana Relaksasi Tempat Ibadah Positif

PBNU yakin pemerintah sudah mengkaji secara komprehensif relaksasi tempat ibadah.

Rep: Muhyiddin/ Red: Ani Nursalikah
PBNU Nilai Wacana Relaksasi Tempat Ibadah Positif. Foto kolase perbandingan suasana menjelang berbuka puasa Ramadhan sebelum adanya pandemi Covid-19 (kiri) dan saat pandemi (kanan) di halaman Masjid Hubbul Wathan Islamic Center NTB di Mataram, NTB.
Foto: ANTARA/ahmad subaidi
PBNU Nilai Wacana Relaksasi Tempat Ibadah Positif. Foto kolase perbandingan suasana menjelang berbuka puasa Ramadhan sebelum adanya pandemi Covid-19 (kiri) dan saat pandemi (kanan) di halaman Masjid Hubbul Wathan Islamic Center NTB di Mataram, NTB.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Lembaga Dakwah PBNU, KH Misbahul Munir menilai wacana relaksasi tempat ibadah yang digaungkan pemerintah sebagai langkah yang positif. Namun, menurut dia, sebelum mewujudkan wacana itu pemerintah harus mengkaji secara konprehensif agar penyebaran virus Covid-19 tidak semakin menjadi-jadi.

“Menurut saya itu hal yang positif, karena pada prinsipnya dalam situasi apa pun kita ini bisa menyesuaikan. Karena Islam itu mudah,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (12/5).

Baca Juga

Dia pun mengutip ayat Alquran, “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185).

“Artinya, dalam situasi apa pun ayo kita ikuti. Kalau pemerintah sudah mengatakan Covid-19 ini mulai longgar atau sudah mulai menurun, ya kita ikuti (pelonggaran tempat ibadah itu). Nah, inilah kehebatan Islam di situ,” ucapnya.

Kiai Misbah menyadari, jika tempat ibadah dilonggarkan maka dapat membahayakan masyarakat. Namun, dia yakin pemerintah sudah mengkaji secara komprehensif untuk melonggarkan tempat ibadah itu.

“Jadi meskipun dilonggarkan tetap harus mengikuti protokol Covid-19. Artinya, pelonggaran tempat ibadah itu harus berdasarkan analisa-analisa. Saya harapkan kalau pemerintah demikian ya kita ikuti,” kata Kiai Misbah.

Dia menambahkan, dalam penanganan Covid-19 ini yang menentukan bahaya atau tidaknya itu adalah pemerintah, bukan para kiai atau ulama. Karena itu, kata dia, pemerintah harus mempertimbangkan betul sebelum menerapkan relaksasi tempat ibadah itu.

“Pemerintah harus mempertimbangkan betul. Kalau berdampak buruk ya tidak usah. Jadi kalau kita ini fleksibel. Kalau pemerintah mengatakan demikian tentu hitung-hitungannya harus jelas. Pemerintah harus mengkaji betul, bukan hanya berdasarkan asumsi yang tidak jelas,” ujarnya.

Menteri Agama Fachrul Razi sebelumnya mengatakan tengah mengkaji adanya relaksasi untuk rumah ibadah selama pandemi virus Covid-19 atau corona. Hal ini dia sampaikan untuk menanggapi sejumlah usulan anggota Komisi VIII DPR yang meminta agar itu direalisasikan.

"Kami belum ajukan, tapi kami sudah punya ide itu dan sempat saya bicarakan dengan Dirjen," ujar Fachrul dalam rapat kerja dengan Komisi VIII DPR, Senin (11/5). 

Jika relaksasi rumah ibadah dapat terealisasi, Fachrul berharap masyarakat tetap melaksanakan tindakan pencegahan virus corona. Contohnya, dengan mengatur jumlah jamaah masjid agar tidak terlalu banyak, tetap bisa berjaga jarak, dan jarak antarshaf dapat direnggangkan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement