Selasa 12 May 2020 13:54 WIB

Tanda Ancaman Gelombang Kedua Infeksi dari Wuhan

Wuhan, Seoul dan beberapa kota di dunia melaporkan infeksi baru Covid-19.

Seorang anak bersama wanita mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus corona saat melintasi trotoar di Beijing, Selasa (28/4). Kota Wuhan di Cina, yang merupakan pusat pandemi, kembali pada Senin (11/5) melaporkan kasus baru infeksi Covid-19.
Foto: AP / Andy Wong
Seorang anak bersama wanita mengenakan masker untuk mencegah penyebaran virus corona saat melintasi trotoar di Beijing, Selasa (28/4). Kota Wuhan di Cina, yang merupakan pusat pandemi, kembali pada Senin (11/5) melaporkan kasus baru infeksi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, Rizky Jaramaya, Fergi Nadira, Retno Wulandhari, Dwina Agustin

Beberapa negara tengah berada dalam kekhawatiran akan datangnya gelombang kedua infeksi Covid-19. Kota Wuhan, yang menjadi episentrum awal penyebaran virus corona telah melaporkan klaster infeksi baru sejak pelonggaran lockdown sebulan lalu.

Baca Juga

Pada Senin (11/5), Wuhan melaporkan lima kasus baru yang dikonfirmasi dan berasal dari perumahan yang sama. Salah satunya adalah istri seorang pasien infeksi viru corona berusia 89 tahun yang dikonfirmasi merupakan kasus pertama setelah lockdown dicabut.

"Saat ini tugas pencegahan dan pengendalian pandemi di kota ini masih sangat berat. Kita harus waspada dengan risiko kembalinya virus," ujar otoritas kesehatan Wuhan dalam sebuah pernyataan, dilansir Aljazirah.

Semua kasus yang dilaporkan dari klaster baru merupakan pasien tanpa gejala. Mereka tidak menunjukkan tanda-tanda klinis seperti demam, namun dapat menginfeksi orang lain. Cina tidak memasukkan kasus tanpa gejala ke dalam penghitungan total keseluruhan kasus yang dikonfirmasi.

Sebanyak 82.918 kasus yang dikonfirmasi menunjukkan gejala infeksi virus corona. Juru bicara Komisi Kesehatan Nasional, Mi Feng mengatakan, pihaknya saat ini sedang menelusuri infeksi baru di tujuh provinsi.

"Dalam 14 hari terakhir, tujuh provinsi telah melaporkan kasus-kasus baru yang ditransmisikan secara lokal, dengan kasus-kasus yang melibatkan klaster terus meningkat. Kita perlu menyelidiki dan menentukan asal infeksi dan rute transmisi," kata Mi.

Provinsi Jilin pada Sabtu pekan lalu melaporkan tiga kasus infeksi baru di kota Shulan. Kota tersebut ditandai sebagai daerah berisiko tinggi. Shulan telah memberlakukan karantina wilayah sejak akhir pekan dan hanya mengizinkan satu anggota keluarga yang boleh keluar rumah untuk berbelanja kebutuhan pokok.

"Kami sekarang dalam mode perang," ujar Wali Kota Shulan, Jin Hua.

Sementara di Korea Selatan, pemerintah Negeri Ginseng awalnya yakin untuk membuka kembali sebagian besar ekonominya setelah dalam beberapa pekan mengalami penurunan jumlah kasus infeksi positif corona setiap harinya. Namun, pada Senin (11/5), kasus-kasus baru melonjak setidaknya 35 setelah wabah virus di klub-klub malam terdeteksi, meski sudah ditutup kembali.

Sebagian besar kasus yang telah dilaporkan dalam beberapa hari terakhir telah dikaitkan dengan klub malam di kawasan hiburan Itaewon Seoul setelah seorang pria berusia 29 tahun mengunjungi tiga klub sebelum diuji positif untuk Covid-19.

Pemerintah Korsel langsung bergerak cepat. Pihak berwenang menyisir catatan kartu kredit dan ponsel, serta rekaman kamera keamanan untuk melacak ribuan orang yang mengunjungi distrik hiburan Seoul yang populer dalam beberapa pekan terakhir.

Wali kota Seoul mengatakan, 85 infeksi terkait dengan wabah itu. Sementara petugas kesehatan masih berusaha menghubungi lebih dari 3.000 orang dari 5.500 yang baru-baru ini mengunjungi tempat hiburan malam.

Presiden Korsel Moon Jae-in mengajak rakyatnya untuk tenang setelah adanya lonjakan kasus yang dikaitkan dengan klub malam itu. Namun, ia juga menekankan perlunya kewaspadaan atas kenaikan kasus tersebut.

"Tidak ada alasan untuk berdiri diam karena takut," ujar Presiden Moon dilansir laman Independent, Senin.

"Kumpulan infeksi, yang baru-baru ini terjadi di fasilitas hiburan, telah meningkatkan kesadaran bahwa bahkan selama fase stabilisasi, situasi serupa dapat muncul lagi, kapan saja, di mana saja di ruang tertutup yang padat," kata Moon, menambahkan.

Moon meminta warganya tidak menurunkan kewaspadaan tentang pencegahan epidemi. Presiden juga menegaskan bahwa negaranya memiliki sistem karantina dan medis yang tepat yang dikombinasikan dengan pengalaman untuk merespons dengan cepat terhadap klaster infeksi yang tidak terduga yang mungkin terjadi.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korsel mengatakan, 26 dari 34 pasien baru adalah kasus yang ditularkan secara lokal, sementara yang lain berasal dari luar negeri. Hingga Ahad (10/5), angka yang dikeluarkan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea menunjukkan jumlah total kasus virus adalah 10.874, dengan 256 kematian.

Akibat kekhawatiran atas gelombang infeksi kedua, indeks berbagai bursa saham Asia tergelincir pada perdagangan Selasa (12/5). Hal tersebut terjadi lantaran adanya kekhawatiran investor akan adanya gelombang kedua virus corona.

Berdasarkan indeks MSCI, pagi ini bursa saham Jepang terkoreksi lebih dari satu persen. Indeks Hang Seng Hong Kong turut anjlok 1,4 persen diikuti bursa saham Australia 1,3 persen serta bursa Korea 0,9 persen.

Peringatan WHO

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memuji berkurangnya tingkat infeksi Covid-19 dan kematian di beberapa negara. Hanya saja, lembaga ini meminta negara-negara untuk menunjukkan kewaspadaan ekstra ketika mulai melonggarkan pembatasan.

"Sekarang kita melihat beberapa harapan ketika banyak negara keluar dari apa yang disebut lockdown ini," kata kepala program kedaruratan WHO, Dr Mike Ryan, Senin (11/5).

Ryan menekankan kewaspadaan ekstra oleh setiap negara perlu dilakukan. Hal ini menimbang beberapa negara mulai kembali menemukan peningkatan kasus baru, seperti Korea Selatan dengan kasus di klub malam.

"Jika penyakit berlanjut pada tingkat rendah tanpa kapasitas untuk menyelidiki klaster, selalu ada risiko bahwa virus akan lepas landas lagi," kata Ryan.

WHO berharap, Jerman dan Korea Selatan akan dapat menekan kelompok baru dan memuji pengawasan. Cara ini merupakan kunci untuk menghindari gelombang kedua yang besar terjadi di negara yang melonggarkan pembatasan.

"Sangat penting bagi kami untuk mengangkat contoh negara-negara yang bersedia untuk membuka mata mereka dan bersedia untuk membuka mata mereka," kata Ryan menyinggung negara yang mencoba membuka wilayah tanpa perhitungan matang.

Dikutip dari Aljazirah, Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan,pembatasan pencabutan itu adalah langkah rumit dan sulit. "Lockdown yang terkunci secara perlahan dan mantap adalah kunci untuk melindungi kehidupan dan mata pencaharian," katanya.

Tedros mengatakan, Jerman, Korea Selatan, dan Cina yang baru saja melaporkan sebuah klaster baru di Wuhan, harus memiliki sistem untuk merespons setiap kebangkitan dalam kasus yang terjadi. "Sampai ada vaksin, paket langkah-langkah komprehensif adalah seperangkat alat kami yang paling efektif untuk mengatasi virus," kata Tedros.

WHO juga memperingatkan terhadap gagasan di beberapa negara jika tidak mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghentikan penyebaran virus. "Studi serologis awal mencerminkan bahwa persentase yang relatif rendah dari populasi memiliki antibodi terhadap Covid-19," kata Tedros.

Tedros menunjukkan bahwa ini berarti sebagian besar populasi masih rentan terhadap virus. Lebih dari 90 penelitian serologis di beberapa negara sedang meneliti adanya antibodi dalam darah untuk menentukan seseorang memiliki infeksi di masa lalu atau tidak.

Ahli epidemiologi WHO, Maria van Kerkhove mengatakan, badan PBB ini memang belum dapat mengevaluasi studi secara kritis. Data awal yang dirilis menunjukkan bahwa antara satu dan 10 persen orang memiliki antibodi.

"Tampaknya ada pola yang konsisten sejauh ini sehingga sebagian kecil orang memiliki antibodi ini," kata Kerkhove.

photo
Ketentuan Bepergian Selama Pandemi Covid-19 - (republika/kurnia fakhrini)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement