Senin 11 May 2020 18:11 WIB

Mahasiswa Unisma Ajarkan Teknologi Anak Sejak Dini

Terdapat empat teknologi yang dikenalkan tim kepada para siswa.

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Yusuf Assidiq
Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma) mengenalkan teknologi di MTS NU Donomulyo, Kabupaten Malang.
Foto: Dok. Pribadi
Mahasiswa Universitas Islam Malang (Unisma) mengenalkan teknologi di MTS NU Donomulyo, Kabupaten Malang.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Tak hanya Sumber Daya Alam (SDA), jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia dinilai cukup mumpuni. Prestasi generasi mudanya pun tak kalah banyak dengan negara-negara lain.

"Kita lihat di berita-berita banyak siswa SD juara matematika, banyak anak SMP juara olimpiade tingkat internasional dan SMA juara internasional," kata Juru Bicara (Jubir) Kelompok I Rumah Kreatif Mahasiswa (RKM) Universitas Islam Malang (Unisma), Alkamaluddin, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (11/5).

Prestasi yang begitu tinggi sayangnya tidak selalu berdampak baik di dunia kerja. Sebagian besar anak muda Indonesia dianggap tidak mampu bersaing di dunia kerja. Mereka tidak memiliki kesempatan mengelola SDA sehingga diambil-alih asing.

Belum lagi standar konsumsi masyarakat Indonesia terhadap teknologi. Sangat jarang menemukan rakyat Indonesia mampu menjadi produsen teknologi di negerinya sendiri. Dari situasi ini, Alkamaluddin bersama Intan Rifaini, Indana Zulfa, Indha Fitrotin Azizah, Nur Eka Agustin Rahmawati, dan Mohamad Yasak, mencoba mengenalkan teknologi sejak usia dini.

Alkamaluddin memilih MTS NU Donomulyo, Kabupaten Malang, sebagai tempat pengabdian RKM-nya. Sekolah swasta tersebut dipilih karena berada di area pelosok. Ditambah lagi, alat perlengkapannya minim sehingga pemahaman teknologi sangat sulit.

Para mahasiswa dari berbagai jurusan ini juga sempat melakukan survei di wilayah MTS. Menurut Alkamaluddin, partisipasi masyarakat di sekitar sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat tinggi masih sedikit. Hal yang pasti, letak geografis sekolah sangat sesuai untuk tim mengenalkan teknologi.

Setidaknya terdapat empat teknologi yang dikenalkan tim kepada siswa selama empat bulan pengabdian. Pertama, siswa mendapatkan informasi mengenai energi tata surya. Teknologi berbasis ini dinilai mudah karena dapat ditemui di banyak tempat seperti lampu di jalanan.

Alkamaluddin dan tim berharap terdapat inovasi lanjutan dari para siswa setelah mengenal energi tata surya. "Ya, siapa tahu dari mereka ada yang punya ide baru atau terobosan menghasilkan listrik lebih ramah dari solar cell," jelas mahasiswa jurusan teknik mesin Unisma ini.

Selanjutnya, para siswa memeroleh ilmu tentang microbial fuel cell. Dengan kata lain, sebuah teknologi yang memanfaatkan tanaman menjadi listrik. Salah satunya temuan energi listrik dari asam buah-buahan seperti kedondong.

Selain bahan ini, Alkamaluddin dan tim mengenalkan ekstrak-ekstrak buah-buahan lain yang menghasilkan listrik. "Kita juga mengenalkan kulit pisang yang menjadi sampah dan selalu dikasih ke sapi atau hewan ternak lainnya. Itu kita bisa menjadikannya sebagai teknologi microbial. Karbohidrat di kandungan kulit pisang kalau direaksikan bisa menjadi listrik," jelasnya.

Pengenalan teknologi berikutnya tentang Pembangkit Listrik Tenaga Hibrida (PLTH). Belajar teknologi bertenaga air di Malang dinilai tepat karena areanya dataran tinggi. Banyak air terjun dengan debit yang cukup besar sehingga tepat diajarkan kepada para siswa.

Pada proses pengajarannya, ia  mengaku, tim tidak menerjunkan langsung siswa di alam. Siswa menyaksikan kinerja teknologi air hanya dalam bentuk prototipe. Meski demikian, siswa bisa mengetahui cara kerja air dalam menggerakkan kincir sehingga menghasilkan tenaga listrik.

Siswa di MTS NU Donomulyo juga mendapatkan pengajaran teknologi filtrasi air bersih. Menurut Alkamaluddin, pengajaran ini sesuai dengan kondisi tanah di wilayah tersebut yang sebagian besar mengandung kapur. Hal ini berarti masyarakat di sana sering kesulitan air bersih.

"Jadi kita kenalkan alat itu (filtrasi) agar mereka bisa berinovasi dan jangan sampai ketergantungan dengan pihak luar. Dan harapannya agar anak desa sana dapat mempelopori gerakan air bersih sehingga hidup sehat," katanya.

Alkamaluddin berharap, pengajaran teknologi di MTS NU Donomulyo dapat memberikan efek baik di masa depan. Setidaknya 10 sampai 20 tahun depan akan ada generasi yang bisa bicara teknologi di dunia. Hal ini penting mengingat Indonesia sekarang lebih sering menjadi konsumen dibandingkan produsen teknologi.

Untuk membantu perkembangan siswa, Alkamaluddin dan tim telah membentuk Kelompok Belajar Sains di MTS NU Donomulyo. Keberadaan wadah ini bisa membantu siswa menuangkan ide teknologinya. Harapannya, para siswa tidak hanya mengetahui empat teknologi tapi juga berbagai jenis lainnya.

Yang tak kalah penting, Alkamaluddin dan tim mendorong guru agar tidak terpaku pada kurikulum. Guru juga harus kreatif dalam menyampaikan materi pembelajaran. Mereka bisa menciptakan alat praktikum sederhana dari sampah sebagai penunjang pembelajaran di kelas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement