Senin 11 May 2020 15:18 WIB

Dominasi Kasus Covid-19 Surabaya dan PSBB yang Dinilai Gagal

Surabaya masih menjadi penyumbang kasus terbanyak Covid-19 di Provinsi Jatim.

Sejumlah pengendara melintas di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (10/5/2020). Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yang meliputi, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang sampai 25 Mei 2020 karena penyebaran virus Corona di Surabaya Raya dinilai masih massif
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Sejumlah pengendara melintas di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (10/5/2020). Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yang meliputi, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang sampai 25 Mei 2020 karena penyebaran virus Corona di Surabaya Raya dinilai masih massif

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dadang Kurnia, Antara

Tambahan kasus baru Covid-19 di Provinsi Jawa Timur (Jatim) masih didominasi dari Surabaya. Dari total 83 tambahan kasus baru Covid-19, Surabaya menyumbang 41 kasus, pada Ahad (10/5).

Baca Juga

“Pasien positif di Kota Surabaya hari ini tambahannya masih tinggi,” ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim Khofifah Indar Parawansa di Gedung Negara Grahadi di Surabaya, Ahad malam.

Total kasus pasien terkonfirmasi positif di Jawa Timur per Ahad kemarin mencapai 1.491 orang atau bertambah 83 orang dibandingkan sehari sebelumnya. Adapun, dengan tambahan 41 orang tambahan pasien positif Covid-19, maka total pasien positif Covid-19 di Surabaya menjadi 708 orang.

“Kami tak akan pernah berhenti mengingatkan, khususnya warga Surabaya yang setiap hari perkembangan kasus barunya meningkat. Biasakan pola hidup bersih dan sehat serta jangan keluar rumah kalau tidak sangat terpaksa,” ucapnya.

Khofifah mengungkapkan, penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya Raya diperpanjang hingga 25 Mei 2020. Sejatinya, PSBB yang mulai diberlakukan pada 27 April 2020 itu berakhir pada 11 Mei 2020. Namun, melihat belum adanya hasil yang signifikan, PSBB yang meliputi wilayah Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik ini diputuskan diperpanjang.

"Tadi Bu Wali Kota Surabaya, Bupati Gresik, dan plt Bupati Sidoarjo, bersama sama-sama kami menyetujui akan ada perpanjangan PSBB di wilayah Gresik, Surabaya, dan Sidoarjo. Perpanjangan ini dimulai dari tangal 12 sampai 25 Mei 2020," ujar Khofifah, Sabtu (9/5).

Khofifah memgungkapkan alasan diperpanjangnya PSBB di Surabaya Raya. Karena, berdasarkan kajian epidemologi yang dilakukan tim Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Unair, sebagian besar infeksi dari Covid-19 memiliki masa lebih dari 14 hari.

Pakar dari FKM Unair, kata Khofifah, menemukan, 70 persen orang yang terjangkit virus SARS CoV-2 memiliki masa infeksi di atas 14 hari. "Oleh karena itu 14 hari saja untuk masa PSBB dilakukan, oleh epidemologi ini tidak cukup untuk bisa menjamin berhentinya Covid-19," ujar Khofifah.

Khofifah melanjutkan, untuk perpanjangan penerapan PSBB di Surabaya Raya ini, otomatis langsung berjalan. Artinya langsung nyambung setelah masa PSBB yang pertama berakhir pada 11 Mei 2020 mendatang. Tidak lagi mengajukannya terlebih dahulu ke Kementerian Kesehatan.

"Ini otoritas kepala daerah yang sudah mengajukan PSBB pada periode pertama," ujar Khofifah.

Ketua Rumpun Tracing Gugus Tugas penanganan Covid-19 Jatim, Kohar Hari Santoso membenarkan terus bermunculannya klaster baru Covid-19 di Surabaya. Terakhir, kata dia, tim tracing menemukan dua klaster baru Covid-19 di Kota Pahlawan. Yakni klaster Pasar Simo dan klaster komunitas gereja.

"Benar, ada dua klaster baru di Surabaya, yakni klaster Pasar Simo dan komunitas greja," kata Kohar di Surabaya, Sabtu (10/5).

Dirut RSUD Saiful Anwar Malang itu menjelaskan, saat ini ada puluhan orang komuintas gereja yang melakukan isolasi mandiri. Karena salah satu dari mereka tengah dirawat di rumah sakit karena Covid-19. Kohar juga menyatakakan, pihaknya telah melakukan rapid test terhadap sekitar 60 orang dari klaster komunitas gereja tersebut.

"Ada sekitar 60 orang dalam komunitas gereja itu dan telah menjalani rapid test hasilnya belum tau. Sekarang mereka isolasi mandiri, dan terus kita pantau," ujar Kohar.

Kohar melanjutkan, di Pasar Simo Surabaya, pihaknya juga telah melakukan rapud test terhadap benerapa pedagang, hasilnya, ada lima pedagang yang dinyatakan reaktif. Pasar Simo bahkan telah diputuskan untuk ditutup sementara.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, juga melakukan tracing terkait penyebaran Covid-19 di Kota Pahlawan. Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyatakan, berdasarkan data yang dimiliki, terdapat 16 klaster Covid-19 di Kota Pahlawan.

Pertama dari klaster luar negeri. Kedua, area publik sebanyak sembilan, ketiga klaster Jakarta, dan tempat kerja berjumlah tiga. Kemudian, dari klaster seminar dan pelatihan ada dua, dan perkantoran berjumlah dua, serta klaster asrama.

Risma mengatakan, ketika ada warganya yang positif Covid-19 maka belum tentu orang tersebut masuk dalam kategori klaster baru. Ia mencontohkan, klaster dari luar negeri.

Dari klaster luar negeri, petugas akan terus menelusuri kontak orang tersebut dengan siapa saja. Jika dalam penelusuran itu ditemukan ada yang terkonfirmasi, orang tersebut menjadi satu bagian dengan klaster luar negeri.

“Seperti yang terjadi di PT HM Sampoerna itu bukanlah klaster baru,” kata Risma.

PSBB dinilai gagal

Pimpinan DPRD Kota Surabaya, Jatim, menilai pemerintah kota setempat tidak berhasil dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Khususnya, pada masa pelaksanaan PSBB tahap pertama sejak 28 April hingga 11 Mei 2020.

"Kami menilai pemkot tidak memiliki roadmap (peta jalan) yang terukur sehingga grafik penyebaran Covid-19 masih tinggi," kata Wakil Ketua DPRD Surabaya Laila Mufidah di Surabaya, Senin (11/5).

Menurut dia, dengan roadmap yang jelas dan terukur itu, maka penanganan Covid-19 bisa lebih baik dan efektif. Tanpa itu, lanjut dia, penanganan pandemi Covid-19 ini akan serampangan, bahkan bisa dianggap masyarakat sekadar pencitraan.

"Ada banyak evaluasi yang harus dilakukan Pemkot Surabaya dengan sudah berjalannya PSBB tahap pertama. Misalnya bagaimana target yang terukur dari penerapan PSBB itu," ujarnya.

Laila menjelaskan target itu bisa mencakup jumlah pengujian sampel dan tes PCR yang telah dilakukan. Selain itu juga perlu diukur sejauh mana agresivitas pelacakan penyebaran Covid-19 yang sudah dilakukan.

"Perlu dikaji juga, seberapa ketat monitoring potensi penyebaran Covid-19 di beberapa klaster," katanya.

Politikus PKB ini menganggap pengawasan klaster sangat penting untuk mengantisipasi terjadinya klaster baru. Apalagi, kata dia, ada klaster di Surabaya yang diabaikan seperti halnya klaster pabrik rokok Sampoerna di kawasan Rungkut yang dinilai telat ditangani Pemkot Surabaya.

"Baru setelah ramai terungkap di publik, Pemkot Surabaya seperti kebakaran jenggot," ujar Laila.

Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Agatha Retnosari juga berpendapat, PSBB yang diterapkan di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik pada 27 April-11 Mei 2020 gagal. Kegagalan tersebut menurutnya karena Pemprov Jatim setengah hati melaksanakan protokol-protokol yang tertuang dalam peraturan gubernur (Pergub).

“Saya melihat Pemprov Jatim setengah hati melaksanakan Pergub,” ujar Agatha di Surabaya, Senin (11/5).

Agatha mencontohkan saat dirinya mengurus pembayaran pajak lima tahunan di Samsat Manyar. Di Samsat yang kebetulan satu komplek dengan kantor Bapenda Jatim itu, diakuinya protokol penanganan Covid-19 tidak dijalankan.

“Sejak saya masuk pintu parkir, tidak ada protokol Covid-19 yang dijalankan. Memang ada tempat cuci tangan, tapi tidak ada pengaturan jarak. Pengukuran suhu tubuh hanya di pintu utama. Itu terjadi di semua layanan, mulai pengambilan formulir hingga saat antre bayar pajak,” ujarnya.

Kondisi serupa, lanjut Agatha, juga terlihat di Bank Jatim di Jalan Rajawali, Surabaya. Masyarakat yang menunggu antrean, kata dia, tetap bergerombol dan tidak memerhatikan soal imbauan jaga jarak.

“Waktu saya mau ambil uang pensiun di Bank Jatim Jalan Rajawali, protokol Covid-19 juga tidak dilaksanakan. Saya miris, kok protokol Covid-19 tidak dijalankan,” ujarnya.

Agatha juga mempermasalahkan tidak adanya penjagaan di titik-titik perbatasan kabupaten/ kota di Jatim. Selain itu, menurutnya masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan logistik atau kebutuhan pokok dan kesehatan, yang masih buka. Seharusnya, jika dilaksanakan PSBB secara sungguh-sungguh, protokol-protokol pencegahan Covid-19 bisa dijalankan dengan baik.

“Kalau Pemprov Jatim mau memperpanjang PSBB, maka pelaksanaan operasional di lapangan harus dijalankan dengan baik. Jangan hanya Pemkot dan Pemkab yang disuruh memberikan perhatian, tapi Pemprov juga melakukan hal yang sama. Kalau tidak, perpanjangan PSBB akan sia-sia,” kata dia.

Agatha menegaskan, Pemprov Jatim tidak bisa menyalahkan masyarakat atas gagalnya PSBB di Surabaya Raya. Sebab, kata dia, Pemprov tidak melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait operasional pelaksanaan di lapangan. Evaluasi yang dilakukan menurutnya hanya seputar penambahan korban meninggal dan penambahan pasien positif Covid-19.

Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Kota Surabaya Eddy Christijanto menilai kepatuhan masyarakat selama PSBB tahap pertama itu sekitar 60 persen, sedangkan yang tidak patuh sekitar 40 persen. Untuk itu, lanjut dia, PSBB tahap kedua ini pihaknya bakal lebih tegas melakukan penegakan terhadap 12 protokol kesehatan yang telah diterbitkan melalui surat edaran.

"Ketika protokol itu diterapkan dengan disiplin, itu dipastikan proses penyebaran dari Covid-19 ini bisa dikendalikan. Karena teman-teman di lapangan itu masih menjumpai ketika orang beli di tempat-tempat umum itu masih berdekatan," kata Eddy.

photo
Menahan Ledakan Covid-19 Lewat PSBB Jawa dan Larangan Mudik - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement