Ahad 10 May 2020 01:20 WIB

Puluhan Pedagang Cincau Gulung Tikar Dampak Corona

Puluhan pedagang cincau di rest Area Citarum di Desa Haurwangi terpaksa setop jualan.

Pekerja menata cincau hitam untuk proses pendinginan sebelum dijual ke pedagang.
Foto: ARDIANSYAH/ANTARA FOTO
Pekerja menata cincau hitam untuk proses pendinginan sebelum dijual ke pedagang.

REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Puluhan pedagang cincau di rest Area Citarum di Desa Haurwangi, Kecamatan Haurwangi, Cianjur, Jawa Barat, gulung tikar akibat dampak Covid-19 yang terjadi sejak dua bulan terakhir.

Tercatat dari 80 orang pedagang minuman khas berbahan daun cincau dicampur dengan es batu, gula merah dan santan itu, hanya tersisa 5 orang yang merupakan satu keluarga karena tidak memiliki keahlian lain.

Mak Icih (60) seorang di antaranya yang masih menjajakan cincau di pinggir jalan antar propinsi tersebut, yang membuka usahanya sejak 40 tahun yang lalu.

"Kami sangat terdampak dengan adanya Corona. Sejak satu pekan terakhir, sepinya penguna jalan membuat penghasilan kami tidak menentu, bahkan sejak dua hari terakhir, baru hari ini ada panglaris Rp 20.000, kemarin-kemarin cincau yang kami jajakan terpaksa dibuang karena tidak ada pembeli," katanya pada wartawan Sabtu (9/5).

Ia menjelaskan sejak merebaknya Covid-19, puluhan pedagang Cincau yang biasa dapat meraup keuntungan Rp 100.000 per hari, saat ini memilih gulung tikar dan beralih propesi menjadi buruh tani atau kuli serabutan, untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Sejak bulan puasa dan diberlakukannya penyekatan membuat penghasilan mereka terus menurun.

Sedangkan ia dan tiga orang anaknya sejak satu pekan terakhir kembali menjajakan cincau di pinggir Jalan Raya Bandung Barat-Cianjur karena tidak memiliki keahlian lain dan bahan pokok di rumah mulai menipis karena sejak merebaknya Corona, pedagang di area tersebut tidak pernah didata untuk mendapat bantuan dari pemerintah.

"Mau bagaimana lagi, kami tidak pernah mendapat bantuan selama ini, seperti sekarang kami termasuk pedagang kecil yang terdampak Corona. Tidak ada bantuan lebih baik kembali berjualan meskipun baru buka jam 4 sore sampai jam 8 malam dengan harapan cukup untuk membeli beras," katanya.

Hal senada terucap dari Imas (26) anak pertama Mak Icih yang juga berjualan kopi di area yang sama. Karena tidak memiliki keahlian lain, Imas dan suaminya mengadu nasib dari jam 8 malam hingga jam 3 dini hari. Namun sejak merebaknya Corona, penghasilan mereka tidak menentu.

"Kadang satu malam bisa dapat sampai Rp 200.000 tapi sudah dua malam penghasilan kami hanya Rp 80.000. Sejak merebaknya Corona, kami tidak tenang berusaha karena pemerintah sudah melarang, namun kebutuhan sehari-hari harus tetap ada, sehingga kami terpaksa kembali berjualan dengan harapan untuk membeli beras," katanya.jawa

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement