Sabtu 09 May 2020 16:04 WIB

Perlindungan Pekerja Migran Diklaim Terganjal Regulasi

BP2MI mengakui ada egosektoral dari kementerian dan lembaga terkait perlindungan TKI.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Agus raharjo
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Benny Rhamdani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani mengatakan, regulasi menjadi salah satu masalah dalam upaya perlindungan pekerja migran Indonesia. Saat ini, regulasi yang mengatur perlindungan pekerja migran masih dalam tahap transisi.

Benny mengatakan, saat ini regulasi terkait perlindungan tersebut mengalami transisi setelah diubah dari UU Nomor 39 Tahun 2004 menjadi UU Nomor 18 Tahun 2019. Meski sudah diatur UU, namun tindak lanjut berupa Peraturan Pemerintah hingga saat ini belum juga keluar.

Baca Juga

"Titik problem krusialnya, aturan yang disebut peraturan pemerintah, hingga saat ini masih tahap harmonisasi," ujar Benny dalam sebuah diskusi daring yang digelar pada Sabtu (9/5).

Menurut Benny, dalam UU 39 Tahun 2004 perlindungan pekerja migran seperti anak buah kapal (ABK) maupun pekerja lainnya tidak menjadi wewenang BNP2TKI. Sedangkan di UU Nomor 18 Tahun 2017 perlindungan menjadi wewenang BNP2TKI. Namun, implementasi belum maksimal karena PP terkait perlindungan itu belum juga keluar.

"Kita sedang di masa transisi dan kita mempunyai kewenangan terkait ABK. Tapi di sisi lain kita belum mempunyai kekuatan terkait PP yang hingga hari ini masih dalam tahap harmonisasi dan itu yang kita dorong agar PP bisa cepat dikeluarkan," kata Benny.

Menurut Benny, selama ini banyak pekerja migran seperti ABK bekerja di sejumlah kapal. Misalnya, kapal kargo, niaga, pesiar, dan perikanan. Mereka belum menjadi tanggung jawab BP2MI sepenuhnya tanpa diatur PP. Namun, ada 375 kasus masuk ke BP2MI. "Selama ini juga kita tangani," kata Benny.

Di samping itu, Benny mengakui, egosektoral dari kementerian dan lembaga negara terkait perlindungan migran juga memberikan pengaruh tersendiri dalam upaya tersebut. Maka itu, kasus pelanggaran hak asasi manusia pada WNI di Kapal Long Xing beberapa waktu lalu, menurut Benny menjadi momentum kehadiran negara dalam penataan kewenangan dan segala upaya melindungi WNI pekerja migran.

"Kekerasan pada TKI, pelanggaran HAM terhadap TKI harus diakhiri. Saya katakan pekerja migran pejuang keluarga dan pahlawan devisa kita. Dan harusnya kita menyiapkan karpet merah untuk mereka," tegas Benny.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement