Sejarah Puasa

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Muhammad Hafil

Jumat 08 May 2020 23:30 WIB

Sejarah Puasa. Foto: Ilustrasi Ramadhan Foto: Pixabay Sejarah Puasa. Foto: Ilustrasi Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan adalah bulan yang sangat istimewa. Karena pada bulan inilah, Allah SWT menurunkan Alquran kepada Nabi Muhammad SAW. Dan malam turunnya Alquran itu disebut dengan Nuzulul Qur’an.

Ramadhan terasa semakin istimewa karena pada salah satu malamnya merupakan malam kemuliaan yang nilai ibadahnya lebih baik dari seribu bulan (Lailatul Qadar). Lihat surah Al-Qadar [97]: 1-5.

Baca Juga

Selain itu, pada bulan Ramadhan ini pula, seluruh umat Islam di seantero dunia diwajibkan untuk mengerjakan ibadah puasa selama sebulan penuh. Yang dimulai sejak terbit fajar pada1 Ramadhan dan berakhir setelah terbenamnya matahari pada malam terakhir Ramadhan yang menjadi tanda masuknya bulan Syawal.

Kewajiban berpuasa itu ditegaskan oleh Allah SWT dalam Alquran surah Al-Baqarah [2] ayat 183. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.

Dalam terjemahan ayat di atas, jelaslah bahwa sesungguhnya puasa itu bertujuan untuk membentuk  pribadi Muslim yang bertakwa kepada Allah, yakni mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi semua larangan-Nya.

Secara bahasa, puasa berasal dari kata bahasa Arab, Shaum (jamaknya Shiyam) yang bermakna al-Imsak (menahan). Sedangkan menurut istilah, puasa itu menahan makan dan minum serta semua yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenam matahari.

Sebelum turunnya ayat di atas, menurut H Sismono dalam bukunyaPuasa pada Umat-Umat Dulu dan Sekarang, pada mulanya kaum Muslimin pada masa awal kelahiran Islam memandang wajib berpuasa Asyura (10 Muharam) sebagai hari puasa mereka. Keyakinan tersebut mungkin mengacu kepada puasa yang dilaksanakan umat Yahudi pada Hari Raya Yom Kippur yang jatuh pada tanggal 10 bulan Tishri.

Hari Asyura merupakan hari raya terbesar umat Yahudi, dan hingga saat ini masih dirayakan oleh orang-orang Yahudi Khaibar (dekat Madinah). Mereka yang melaksanakan puasa pada hari itu, akan mengenakan pakaian yang serba indah, berbelanja makanan, minuman, dan lain sebagainya.

Imam Syafii pernah mengutip hadis Nabi SAW yang menyatakan, Sangat disukai berpuasa tiga hari, yakni hari kesembilan, kesepuluh, dan kesebelas Muharam. Imam Hanafi juga berkata, Tak ada yang salah dalam urusan hari Asyura selain berpuasa pada hari itu saja. Orang-orang Rawafidh mengada-adakan bid’ah kesedihan pada itu; orang-orang jahil Suni mengada-adakan bid'ah kesukaan.''

Ada riwayat lain bahwa sebelum turunnya perintah puasa Ramadhan, Rasulullah bersama sahabat-sahabatnya serta kaum Muslimin, melaksanakan puasa pada setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan-bulan Qomariyah. Selain itu, mereka juga biasa berpuasa tanggal 10 Muharam sampai datang perintah puasa Ramadhan.

Dari penjelasan ini, tampaklah bahwa puasa Asyura ini tak ada hubungannya dengan peringatan wafatnya Husain bin Ali bin Abi Thalib, yang biasa diperingati oleh penganut Syiah. Namun demikian, sebagian umat Islam, termasuk di Indonesia, ada yang rutin melaksanakan puasa Asyura.

Rasulullah sendiri terbiasa berpuasa pada hari Asyura. Bahkan,  Rasul SAW memerintahkan kaum Muslimin untuk juga berpuasa pada hari itu. Menurut Ibnu Umar RA, Rasulullah pernah berpuasa pada hari Asyura dan menyuruh dia (Ibnu Umar) untuk berpuasa juga. Namun, saat datang perintah puasa Ramadhan, maka puasa Asyura itu ditinggalkan oleh Rasulullah SAW.

Tentang perintah Rasulullah untuk berpuasa Asyura, menurut Bukhari, Ahmad dan Muslim adalah sesudah beliau tiba di Yatsrib (Madinah). Tepatnya, sekitar setahun setelah Rasul SAW dan sahabat-sahabatnya tinggal di Madinah. Menurut riwayat, Rasul SAW tiba di kota itu pada Rabiul Awal. Sedangkan perintah puasa Asyura itu disampaikan pada awal tahun kedua.

Kemudian, pada tahun kedua hijrah saat memasuki bulan Ramadhan, turunlah wahyu yang berisi perintah kepada umat Islam akan diwajibkannya puasa pada bulan Ramadhan. Dan puasa Asyura hanya satu kali dilaksanakan sebagai puasa wajib.

Wajib puasa

Sebagaimana dijelaskan di atas, puasa Ramadhan diwajibkan pada tahun kedua Hijriah. Tepatnya, lebih kurang 18 bulan saat Rasulullah tinggal di Madinah. Dan pada akhir bulan Sya'ban turun wahyu Allah surah Al-Baqarah [2] ayat 183 yang berisi perintah untuk melaksanakan puasa Ramadhan sebagai suatu kewajiban. Ayat tersebut di atas disebut juga dengan Ayat Shiyam.

Dengan turunnya ayat tersebut, maka mulailah Rasulullah dan para sahabat melaksanakan puasa Ramadhan, yakni pada bulan kesembilan menurut perhitungan Tahun Qomariyah. Sepanjang hidupnya, Rasul SAW sempat berpuasa selama sembilan kali Ramadhan, yakni delapan kali melaksanakan puasa selama 29 hari dan satu kali puasa selama 30 hari. Sebagaimana diketahui, dalam kalender Hijriah (Qomariyah), satu bulan ada yang berjumlah 29 hari dan ada pula yang 30 hari.

Perintah untuk melaksanakan puasa Ramadhan ini diwajibkan kepada setiap Muslim, terutama yang sudah dewasa (baligh), dan tidak diwajibkan pada anak-anak, orang sakit, tua, dan lemah, serta orang yang sedang dalam perjalanan (musafir). Kewajiban itu berlaku selama sebulan dalam setahun.

Mengapa puasa itu diwajibkan pada bulan Ramadhan, tidak di bulan lainnya seperti Syawal, Muharram, Rabiul Awal, atau lainnya? Tidak ada penjelasan yang komprehensif mengenai masalah ini. Tentu saja, semua itu adalah rahasia Allah.

Namun, sejumlah pihak menduga, ada beberapa hal yang menjadi sebab diwajibkannya puasa pada bulan itu. Yakni, pada bulan tersebut Allah menurunkan wahyu pertama Alquran kepada Nabi Muhammad. Menurut pendapat yang muktabar, wahyu pertama diturunkan pada malam 17 Ramadhan, saat Rasul SAW sedang bertafakkur di Gua Hira. Dan pada malam itu pula, Rasul SAW dikukuhkan sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT.

Selain itu, pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang kemuliaannya lebih baik daripada seribu bulan. (QS Al-Qadar [97]: 1-5). Itulah malam Lailatul Qadar. Dan keutamaan lainnya yang terdapat pada bulan Ramadhan dan tidak ditemukan di bulan lainnya adalah shalat tarawih.

Rasulullah SAW bersabda, Barangsiapa yang berdiri melaksanakan shalat malam di bulan Ramadhan, dengan penuh keimanan dan keikhlasan (karena Allah), maka diampuni segala dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari).