Kamis 07 May 2020 15:06 WIB

Asongan Hingga Tukang Penjahit Keliling Dapat Sembako

Paket sembako diberikan kepada dhuafa di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Gita Amanda
PPPA Daarul Quran Yogyakarta memberikan paket sembako. Foto ilustrasi pemberian sembako.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
PPPA Daarul Quran Yogyakarta memberikan paket sembako. Foto ilustrasi pemberian sembako.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Penyebaran virus Corona (Covid-19) juga berdapak pada sektor ekonomi yang menyebabkan hilangnya mata pencaharian sebagian masyarakat. Melihat ini, PPPA Daarul Quran menyalurkan bantuan sembako untuk mencukupi kebutuhan pangan masyarakat.

Paket sembako diberikan kepada dhuafa di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Dhuafa penerima paket sembako ini yakni mereka yang sudah tidak memiliki penghasilan dan pekerja harian yang pendapatannya menurun.

Baca Juga

Mulai dari pedagang asongan, penjual mainan anak-anak hingga penjahit keliling menjadi perhatian utama untuk diberikan sembako tersebut. Pemberian bantuan oleh PPPA Daarul Quran ini dilakukan dengan menggandeng Zayena Indonesia.

Salah satu penerima manfaat, Rajiyanto mengaku bersyukur atas bantuan yang diberikan. Sebab, ia yang saat ini sebagai pedagang asongan harus menghidupi keluarganya.

"Anak saya sudah tidak bekerja karena proyek bangunan yang dihentikan. Semoga Allah SWT yang akan membalas kebaikan ini," kata Rajiyanto dalam siaran pers yagn diterima Republika, Rabu (6/5) lalu.

Tidak hanya Rajiyanto, penjual mainan anak-anak yaitu Suharno juga mendapatkan bantuan sembako. Selama pandemi Covid-19 ini, ia kesulitan menghidupi dirinya sendiri. Ia harus berjalan jauh untuk menjajakan mainan yang ia dagangkan tiap harinya.

"Setiap beberapa hari sekali selalu pergi ke Wijilan, Yogyakarta, untuk mengambil dagangan sambil memanggul balon-balon jualan. Sampai siang, balon belum laku sama sekali," katanya.

Penjahit keliling, Sanudin juga mengaku kesulitan dalam menghidupi keluarganya. Ia biasa berkeliling menggunakan sepeda untuk menawarkan jasa jahit di lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman.

Di tengah pandemi ini, ia terpaksa tetap keliling menawarkan jasa jahitnya. Sebab, pekerjaan tersebut menjadi satu-satunya yang ia tekuni untuk menghidupi keluarganya.

"Kalau tidak keliling dan di rumah terus, bagaimana untuk kehidupan sehari-hari. Anak saya tiga, yang satu masih kecil. Sekarang 'mentok' dapat Rp 20 ribu, biasanya bisa sampai Rp 50 ribu per hari," kata Sanudin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement