Selasa 05 May 2020 06:00 WIB

Kelembutan Dakwah Rasulullah dan Kedua Cucu Kesayangannya

Rasulullah SAW mengutamakan kelembutan dalam berdakwah.

Rasulullah SAW mengutamakan kelembutan dalam berdakwah. Rasulullah SAW (ilustrasi)
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Rasulullah SAW mengutamakan kelembutan dalam berdakwah. Rasulullah SAW (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, Retorika berdakwah adalah menampilkan keindahan Islam melalui akhlak yang baik. Mendakwahkan Islam ibarat menghidangkan sebuah makanan.

Seberapa pun lezatnya suatu makanan, jika cara menghidangkannya tidak baik maka makanan itu pun enggan dimakan orang. Bayangkan, jika seorang menghidangkan makanan yang lezat, namun ia menjadikan piringnya dari sendal. Kendatipun sendal tersebut baru dibeli dari toko dan belum pernah dipakai, orang tak akan sudi menerimanya. Masalahnya, ada pada cara penyampaian yang tidak baik.

Baca Juga

Berbeda halnya dengan suatu makanan yang sederhana, ditata sedemikian baik di piring-piring, kemudian dihidangkan dengan senyuman. Orang akan menyantapnya dengan kebahagiaan. Demikianlah retorika dakwah yang diajarkan Islam seperti tercantum dalam Alquran, “Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah (lemah lembut) dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS An-Nahl [16]: 125).

Ketertarikan para mualaf dengan Islam, biasanya karena terkesan dengan kelembutan, kasih sayang, dan akhlak para dai yang menawan. Rasulullah SAW sendiri adalah orang yang paling menawan akhlaknya. Itulah inti dari ajaran Islam yang tertuang dalam Alquran. Seperti disebutkan hadis, “Akhlak Beliau (Rasulullah SAW) adalah Alquran.” (HR Muslim).

 

Contohnya saja, ketika menyikapi seorang Arab Badui yang kencing di masjid. Bukankah itu suatu penghinaan terhadap simbol Islam? Bukankah ia telah menodai rumah Allah? Namun Rasulullah SAW sama sekali tak memarahi si Arab Badui. “Biarkanlah dia dan siramlah bekas kencingnya dengan air. Sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan tidak diutus untuk memberi kesusahan,” sabda Rasulullah SAW. (HR Bukhari).

Sementara itu teladan yang sama juga dicontohkan Hasan dan Husein, dua cucu Rasulullah SAW ini sangat menawan dalam dakwahnya. Ketika kakak beradik ini mendapati seorang kakek yang salah dalam berwudhu, mereka tak langsung protes. Keduanya sepakat memilih  cara yang lebih lembut untuk mengingatkan sang kakek.

“Wahai kakek, maukah engkau menilai, siapa di antara kami yang wudhunya benar?” tanya Hasan kepada si kakek. Keduanya pun berwudhu dan salah satunya memperagakan cara berwudhu yang salah. Mereka meminta si kakek menjadi juri bagi mereka. Lantas, apa jawaban si kakek?

“Terima kasih telah memberi tahu saya cara berwudhu yang benar. Dan alangkah bagusnya cara kalian menasihatiku,” ujar si kakek. Jika kedua bocah yang masih belum baligh ini saja bisa mempraktikkan cara berdakwah yang baik, tentu para mubaligh yang telah menempuh pendidikan tinggi pasti bisa lebih baik lagi. Dakwah ala Hasan dan Husein tidak menggurui, tidak kasar, dan penuh dengan kelembutan.

Sesuatu yang sederhana jika dikemas dengan baik dan menarik, tentu akan mengundang simpati orang yang melihatnya. Demikian juga dengan dakwah yang kendati sederhana, haruslah disampaikan dengan cara yang  baik. Sabda Rasulullah SAW, “Sungguh, segala sesuatu yang dihiasi kelembutan akan nampak indah. Sebaliknya, tanpa kelembutan segala sesuatu akan nampak jelek.” (HR Muslim).

Dakwah yang terkesan menjustifikasi dan menyalah-nyalahkan objek dakwah biasanya tidak akan membuahkan hasil. Malah objek dakwah akan tersinggung dan membalikkan badan. Pendakwah yang ceroboh akan membuat orang antipati dengan Islam.  

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement