Senin 04 May 2020 20:00 WIB

Makna Kebajikan Menurut Alquran

Alquran surah al-Baqarah ayat 177 menyebut perihal kebajikan

Ilustrasi Alquran
Foto: pxhere
Ilustrasi Alquran

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di antara beragam ayat Alquran, terdapat yang menjelaskan perihal kebajikan. Salah satunya adalah surah al-Baqarah ayat 177. Artinya, "Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa."

Menurut ahli tafsir Rasyid Ridha, kebajikan yang termaktub dalam ayat itu mencakup tiga prinsip sekaligus.

Baca Juga

Pertama, prinsip keimanan. Iman merupakan sumber segala kebaikan. Akan tetapi, iman yang dimaksud ayat itu adalah yang menggetarkan hati, melahirkan ketundukan, dan kepatuhan manusia kepada Allah SWT.

Kedua, prinsip amal saleh. Ini memunculkan tak hanya kesalehan pribadi, melainkan juga kesalehan sosial. Kesalehan demikian ditunjukkan, antara lain, melalui kesediaan seseorang untuk mengeluarkan hartanya--betapapun besar rasa cintanya kepada harta itu--untuk membantu fakir miskin, anak-anak yatim, dan kaum dhuafa.

Ketiga, prinsip akhlaq al-karimah atau keluhuran budi pekerti. Ini ditunjukkan antara lain melalui komitmen dan kesetiaan yang tinggi terhadap setiap janji. Juga ditunjukkan oleh kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan (Tafsir al-Manar, 2/121).\

Ini mengandung makna bahwa untuk mencapai kebajikan itu, kita tidak boleh berhenti pada segi-segi lahiriah saja. "Menghadapkan wajah" ke arah tertentu dalam shalat yang disebut dalam ayat tersebut hanyalah bentuk formal lahiriah dari sebuah amalan.

Hal ini penting kita ingat, karena setiap perilaku agama, terutama yang bersifat seremonial dan ritual, selalu berpotensi untuk dapat dibelokkan dari maknanya yang hakiki pada hal-hal yang justru nilainya hanya bersifat instrumental.

Dalam pengertian itu, tindakan-tindakan derma yang praktis mempunyai nilai hanya jika keluar dan dilakukan atas dasar cinta dan tulus karena Allah, dan bukan karena motif-motif lain yang bersifat duniawi. Wallahu a'lam.

sumber : Hikmah Republika oleh A Ilyas Ismail
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement