Waktu di Ramadhan Bernilai Premium dengan Pahala Platinum

Rep: Ali Yusuf/ Red: Agus Yulianto

Ahad 03 May 2020 03:35 WIB

Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemerintah mengimbau umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih selama bulan suci Ramadan dilakukan  di rumah  masing-masing saat pandemi COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19. Foto: Republika/Thoudy Badai Ahmad Fauzi (kanan) bersama keluarganya melaksanakan shalat tarawih di rumahnya di kawasan Jati Padang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Pemerintah mengimbau umat muslim untuk melaksanakan shalat tarawih selama bulan suci Ramadan dilakukan di rumah masing-masing saat pandemi COVID-19 guna mencegah penyebaran COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ramadhan merupakan waktu istimewa bagi untuk umat Islam meningkatkan ibadah baik wajib maupun sunnah. Karena, bulan ini ibadah yang kita kerjakan pahalanya dilipatgandakan.

"Waktu dalam Ramadhan bernilai Premium, dengan pahala berkelas Platinum," kata Pimpinan Majelis Taklim dan Dzikir Baitul Muhibbin, Habib Abdurrahman Asad Al-Habsyi, lewat dakwah for home, Sabtu (2/5).

Habib Abdurrahman mengatakan, waktu akan sangat berguna bagi kehidupan manusia. Apapun bentuknya dan bagaimanapun kondisi yang sedang dihadapi manusia, entah kemudahan atau kesulitan, waktu selalu mengamati kita.

"Apakah ketika berada di tengah hutan atau ketika berada di tengah keramaian kota," katanya. 

Waktu akan menjelma sesuai pemanfaatannya oleh manusia ketika masih hidup. Untuk menambah semangat memanfaatkan waktu maka simaklah perumpamaan berikut ini mengenai waktu.

Kata dia, jika waktu digunakan untuk membaca akan menjadi sumber kebijaksanaan. Jika digunakan untuk berfikir akan menjadi kekuatan.

Jika digunakan untuk berdoa akan menjadi keberkahan dan rahmat. Jika digunakan untuk bekerja akan menjadi keberhasilan.

Jika digunakan untuk beramal shalih akan mengantarkan menuju ke dalam Al Jannah (surga). Namun sebaliknya jika digunakan untuk maksiat akan menghantarkan pada kerugian dan penyesalan.

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al-Fawaid berkata,

اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا

“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

Allah SWT telah besumpah tentang waktu seperti diabidikan surah Al-Ashr dari ayat 1 sampai 3 yang artinya.

"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati supaya menetapi kesabaran."

Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata,

لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ

”Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka.” [Tafsir Ibnu Katsir 8/499].

Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullah berkata, ”Maksud perkataan Imam Syafi’i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. 

Menurutnya, beliau tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa mengamalkan seluruh syari’at. Karena seorang yang berakal apabila mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan saling menasehati agar bersabar” (Syarh Tsalatsatul Ushul)