Sabtu 02 May 2020 08:01 WIB

Pengusaha Tahu Tempe Nyaris Gulung Tikar di Tengah Pandemi

Harga terpaksa dinaikkan ketimbang mengurangi ukuran tahu tempe.

Pekerja mengemas kacang kedelai untuk dijadikan tempe. Pengusaha tahu tempe di Gorontalo mengalami penurunan pendapatan di tengah pandemi Covid-19.
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Pekerja mengemas kacang kedelai untuk dijadikan tempe. Pengusaha tahu tempe di Gorontalo mengalami penurunan pendapatan di tengah pandemi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, GORONTALO -- Di tengah pandemi Covid-19, penghasilan pelaku usaha tahu dan tempe di Gorontalo turun drastis. Untuk menjaga keberlangsungan usaha, pengurangan pekerja pun dilakukan.

"Saya hampir KO (knockout-ed) alias terancam gulung tikar menjalani usaha di tengah wabah virus corona ini," ujar seorang perajin tahu tempe asal Kecamatan Isimu, Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo, Sugianto, kemarin.

Baca Juga

Ia mengaku memasok dua produk olahan kedelai itu di pasar Moluo-Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, di Gorontalo. Harga kedelai pun terus mengalami kenaikan, apalagi di tengah pandemi ini. Kenaikannya mencapai Rp 1.700 per kilogram (kg) atau naik dari Rp 6.800 menjadi Rp 8.500 per kg.

"Saya harus menaikkan harga jual sebab mengecilkan ukuran tahu dan tempe tidak mungkin saya lakukan," kata Sugianto. 

Sebab, jika dalam sekali adonan jumlah kedelai dikurangi, maka produk yang dihasilkan akan jelek dan tidak disukai konsumen. Ia pun terpaksa menghentikan sementara tiga orang pekerja yang digaji total per bulan Rp 5 juta. Sebab, pendapatan usahanya menurun drastis akibat minim pembeli. Ditambah lagi, produksi per pekan juga turun drastis.

Sebelum pandemi, produksi dilakukan harian. Setiap hari, Sugianto dibantu tiga orang pekerjanya, mengolah sekitar 150-200 kg kedelai. Saat ini, produksi hanya tiga kali dalam sepekan dengan kisaran 300 kg saja dan dilakukannya sendiri tanpa bantuan pekerja.

Sugianto mengaku, cukup kewalahan menghadapi kondisi saat ini, sebab bingung memikirkan setoran kredit pinjamannya di bank. Belum lagi harus membayar cicilan motor dan keperluan rumah tangga lainnya.

"Ini masa-masa tersulit yang kami hadapi dalam melakoni usaha ini sejak tahun 2000," ungkap dia.

 

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement