Sabtu 02 May 2020 00:20 WIB

Azab Bagi Penimbun Masker

Di dunia usaha, aksi penjual masker ini biasa disebut monkey business.

Friska Yolandha
Foto: Republika/Kurnia Fakhrini
Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Friska Yolandha*)

Sejak Januari 2020, masker jadi barang langka di Indonesia. Tak cuma di toko alat kesehatan, masker juga lenyap di toko ritel waralaba. Tandas bak ditelan bumi.

Kebutuhan masker mendadak meningkat di tengah pandemi Covid-19 yang telah mewabah di China sejak akhir Desember 2019. Perburuan masker semakin masif setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret 2020.

Sejak Januari, saya berusaha mencari masker di puluhan toko ritel dan apotek. Hasilnya nihil. Saya pun mencoba peruntungan melalui pasar online. Sama saja. Semua stok masker di e-commerce habis.

Mungkin kondisi ini yang mendorong Menteri Kesehatan Terawan Putranto mengimbau masyarakat sehat untuk tidak usah pakai masker. "Masker hanya untuk yang sakit," ujarnya pada pertengahan Maret lalu.

Sepekan setelah hilang dari pasar, e-commerce kembali kebanjiran masker.  Tapi, harganya selangit. Kalau biasanya masker isi 3 dijual Rp 10 ribuan, kini dijual hampir lima kali lipat. Harga masker isi 50 mencapai Rp 250 ribu, bahkan ada yang menawarkan harga sampai Rp 1 juta.

Gila! Di tengah wabah seperti ini masih saja ada segelintir orang yang memanfaatkan momen menjual masker dengan harga tinggi. Mungkin bagi  warga jelata, daripada beli masker harga Rp 1 juta lebih baik beli beras sekarung untuk makan. Tapi bagi tenaga medis? Mau tidak mau harus dibeli karena mereka yang bersentuhan langsung dengan Covid-19.

Di tengah tingginya harga masker itu, banyak rumah jahit dan konveksi banting setir membuat masker kain. Tutorial membuat masker kain sederhana langsung berserakan di dunia maya.

Apalagi, imbauan pakai masker saat keluar rumah akhirnya disampaikan Presiden Joko Widodo. Dengan spesifik beliau mengimbau pakai masker kain, bukan masker medis yang biasa kita beli di toko ritel.

Ini dilakukan di tengah keterbatasan masker medis di pasar. Tak hanya Indonesia, seluruh dunia tengah berebut mendapatkan masker medis dan alat pelindung diri (APD) lainnya.

Melihat kondisi ini, Kementerian BUMN mendorong perusahaan negara memproduksi masker sendiri. Sebanyak 3 juta masker diedarkan ke daerah  yang defisit masker pada awal April. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil juga mendorong produksi 1 juta masker per hari di sebuah produsen masker di Kabupaten Bogor. No mahal mahal club.

Hasilnya, pada akhir April ini kita sudah dapat melihat masker medis eceran tergantung cantik di apotek dan toko ritel. Harganya pun sudah kembali normal. Tak hanya masker, hand sanitizer yang dijual mahal pun kini sudah kembali tersedia, meskipun pembeliannya dibatasi.

Kasus penjualan masker ini mengingatkan kita pada dasawarsa kemarin dimana sebongkah batu bisa bernilai miliaran. Iya, batu akik. Sebelumnya juga pernah ada tren ikan lohan yang dibanderol dengan harga mahal.

Inilah yang disebut oleh pelaku usaha sebagai monkey business. Seorang pedagang memanfaatkan momen tertentu untuk mengambil keuntungan setinggi-tingginya.

Alkisah di sebuah desa penuh dengan kera. Seorang pengusaha menawar akan membeli kera dengan harga tinggi. Warga berbondong-bondong berburu kera dan menjualnya pada si pengusaha. Saat harga semakin tinggi, kera semakin sulit ditangkap.

Kemudian, si pengusaha pergi dan meminta asistennya mengelola usaha untuk sementara. Si asisten menawarkan kera pada warga, sehingga warga bisa menjual kembali kera itu ke si pengusaha dengan harga yang tinggi. Warga pun berebut membeli kera. Namun, si pengusaha tak pernah kembali.

Anggap saja penjual masker hari ini mirip seperti warga yang menimbun kera dalam kisah di atas, berharap mendapatkan keuntungan besar dari harga masker yang tinggi. Sayangnya, pemerintah telah memproduksi masker untuk menekan harga kembali normal. Plus, saat ini ada substitusinya untuk warga, yaitu masker kain, mulai dari yang polos, print, berpayet, renda dan banyak lagi variasinya. Kini, penimbun masker tinggal  menghitung kerugian.

Ayolah, jualan boleh, tapi yang jujur, yang wajar saja. Masker dibutuhkan tenaga medis untuk melawan Covid-19. Kalau tenaga medis kena corona, siapa yang mau merawat kita kalau sakit? Dosanya jadi dobel, loh. Menjual dengan harga tinggi dan mempersulit orang lain.

Kira-kira, kalau dibikin sinetron azab, apa judul yang cocok? Jenazah Penimbun Terlilit Tali Masker.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement