Kamis 30 Apr 2020 22:17 WIB

RUU Ciptaker Dinilai Dapat Sederhanakan Regulasi

CEO IOJI menilai RUU Ciptaker dapat menyederhanakan regulasi.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Bayu Hermawan
Kontroversi omnibus law (Ilustrasi)
Foto: Republika
Kontroversi omnibus law (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- CEO Indonesia Ocean Justice Initiative (IOJI) Achmad Santosa menilai Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dapat mengharmonisasi regulasi. Menurutnya, peraturan perizinan investasi di Indonesia saat ini memakan waktu cukup panjang.

"Kelebihan Omnibus Law salah satunya menghemat waktu, biaya, memudahkan kesepakatan politik, dan memudahkan harmonisasi," kata Achmad Santosa dalam keterangan di Jakarta, Kamis (30/4).

Baca Juga

Dia mengatakan, selain itu Rancangan Undang-Undang (RUU) Ciptaker juga memiliki arah positif untuk mempercepat investasi dalam pertumbuhan ekonomi. Dia berpendapat, RUU Ciptaker juga menjanjikan adanya penghematan biaya, memudahkan kesepakatan politik dan memudahkan harmonisasi.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa masih terdapat kelemahan dalam regulasi tersebut. Dia mengungkapkan, kelemahan terdapat pada multi and deserve subjects yang menyebabkan kelompok kritis dalam parlemen dan masyarakat sulit dan terbatas untuk berkomentar.

Dia mengatkaan, Omnibus Law Ciptaker memang sudah diterapkan di beberapa negara lain. Namun, dia melanjutkan, di Indonesia sektor yang disentuh cukup luas.

Seperti diketahui, DPR telah membentuk panitia kerja (Panja) untuk membahas RUU Ciptaker. Pembahasan dilakukan menyusul diterimanya surat presiden (surpres) terkait salah satu klaster Omnibus Law pada pertengahan Februari 2020. Namun, DPR dan Pemerintah saat ini sepakat untuk menunda pembahasan RUU. Penundaan dilakukan mengingat pandemik wabah virus Covid-19 alias corona jenis baru yang terus menyebar di nusantara.

Sementara, gelombang penolakan pembahasan Omnibus Law terus digencarkan kaum buruh. Mereka mengaku akan tetap menyuarakan penolakan omnibus law dalam peringatan May Day nanti.

Buruh mengapresiasi langkah pemerintah yang menunda pembahasan klaster ketetanagakerjaan. Mereka meminta otoritas terkait untuk membuat draft baru klaster ketenagakerjaan yang melibatkan semua pemangku kepentingan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement