Kamis 30 Apr 2020 04:37 WIB

Ini Kata PPP Setelah Mantan Ketumnya Keluar dari Rutan

Romi keluar tahanan bukan perlakuan istimewa, melainkan terkait aturan hukum pidana.

Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani
Foto: Republika/Nawir Arsyad Akbar
Sekretaris Jenderal DPP PPP Arsul Sani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai perintah Mahkamah Agung (MA) kepada KPK untuk mengeluarkan mantan ketua umum PPP M Romahurmuziy (Romi) dari rumah tahanan (rutan) bukan sebuah perlakuan istimewa. Romi keluar terkait aturan hukum pidana.

"PPP melihat dikeluarkannya MR (M Romahurmuziy) dari Rutan KPK malam ini bukan sebuah perlakuan istemewa, namun memang aturan hukum acara pidananya memang mengharuskan MR dikeluarkan dari rutan malam ini," kata Arsul di Jakarta, Rabu (29/4) malam.

Baca Juga

Menurut Arsul, tepat pukul 00.00 WIB malam ini Romi telah menjalani penahanan selama 1 tahun seperti vonis Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi DKI Jakarta. Dia menilai, kalau Romi tidak mendapatkan haknya untuk dilepas pada Rabu (29/4) malam malah akan terjadi pelanggaran hak asasi manusia.

"Kalau MR tidak mendapatkan haknya untuk dilepas malam ini, itu malah akan menjadi pelanggaran HAM," ujarnya.

Selain itu, Arsul menilai apa yang diperintah MA merupakan sebuah penetapan, bukan putusan perkara kasus hukum. Menurut dia, memang seharusnya seperti itu. Ketika masa penahanan seseorang sudah sama dengan vonis hakim, yang bersangkutan harus dikeluarkan dahulu meskipun masih ada upaya hukum.

"Nah, masa penahanan MR sudah sama dengan pidana dalam putusan banding," katanya.

Sebelumnya, MA memerintahkan KPK untuk mengeluarkan mantan ketum PPP Romahurmuziy alias Romi dari rumah tahanan. "Dalam penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh MA tetap dicantumkan klausul bahwa penahanan terdakwa sudah sama dengan putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tinggi DKI sehingga terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan demi hukum," kata Juru Bicara MA, Andi Samsan Nganro, saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu.

Pada 22 April 2020 lalu, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Romi dengan mengurangi hukumannya menjadi 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan. Padahal, pada 20 Januari 2020, majelis Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis kepada Romi selama 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan karena terbukti menerima suap sebesar Rp 255 juta dari Kepala Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp 91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Atas putusan PT DKI Jakarta itu, KPK mengajukan kasasi ke MA pada 27 April 2020. "Laporan adanya pengajuan kasasi dari PN Jakarta Pusat dalam perkara terdakwa Romahurmuziy diterima MA pada hari ini Rabu, 29 April 2020. Kemudian, MA merespons dengan alasan untuk kepentingan pemeriksaan kasasi dalam perkara tersebut, MA mengeluarkan penetapan untuk melakukan penahanan terhadap terdakwa yang berlaku sejak pernyataan kasasi terdakwa, yaitu 27 April 2020," kata Andi menambahkan.

Namun dar,i laporan kasasi tersebut ternyata penahanan yang dijalani Romi telah sama dengan pidana penjara yang dijatuhkan oleh PT DKI Jakarta, yaitu 1 tahun penjara. "Menurut KUHAP dan buku II MA, ketua pengadilan negeri dapat memerintahkan terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum," ungkap Andi.

Selain itu, KPK menindaklanjuti penetapan dari MA yang memerintahkan agar Romi dikeluarkan dari rutan. "Karena telah ada penetapan perintah lepas tahanan dari MA maka KPK segera menindaklanjutinya," kata Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango melalui keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan, lembaganya malam ini sedang memproses pelaksanaan penetapan MA tersebut. "Sekitar pukul 19.00 WIB tadi, dilaporkan sedang dalam proses pelaksanaan penetapan tersebut, yaitu mengeluarkan terdakwa dari tahanan," tuturnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement