Rabu 29 Apr 2020 21:23 WIB

KPK Malam Ini Keluarkan Romahurmuziy dari Tahanan

MA telah memerintahkan KPK untuk melepaskan Romahurmuziy dari tahanan.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Andri Saubani
Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy tiba untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (20/1/2020).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama Romahurmuziy tiba untuk menjalani sidang vonis di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (20/1/2020).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua Umum PPP, M Romahurmuziy alias Romi dikeluarkan dari Rumah Tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (29/4) malam. Hal tersebut lantaran terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama itu sudah memenuhi sebagaimana vonis pengadilan tingkat banding, meskipun KPK tengah mengajukan kasasi atas putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang mengurangi hukuman Rom tersebut.

Kuasa Hukum Romi, Maqdir Ismali mengaku sudah berada di Gedung KPK Jakarta dan sedang menunggu kliennya dibebaskan. "Insya Allah begitu (Romi dikeluarkan dari tahanan). Saya sudah di KPK, lagi menunggu beliau (keluar)," kata Maqdir saat dikonfirmasi.

Baca Juga

Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri pun tak menampik pernyataan Maqdir. “Malam ini keluar, nanti ada penjelasannya dari KPK,” ucap Ali.

Hal senada diungkapkan, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango. Nawawi mengatakan, pihaknya mengeluarkan Romi dari tahanan malam ini. Hal ini lantaran masa penahanan Romi telah sesuai dengan vonis yang dijatuhkan PT DKI, yakni satu tahun.

"Karena telah ada penetapan perintah lepas tahanan dari MA maka KPK segera menindak lanjutinya. Sekitar jam 19.00 WIB tadi dilaporkan, sedang dalam.proses pelaksanaan penetapan tersebut yaitu mngeluarkan terdakwa dari tahanan," jelas Nawawi.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menerima banding Romi dengan mengurangi hukumannya dari 2 tahun menjadi 1 tahun penjara. Di tingkat pertama, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta telah menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider 3 bulan kurungan kepada Romi karena terbukti menerima suap sebesar Rp255 juta dari Kepala Kantor Kemenag Provinsi Jawa Timur Haris Hasanuddin dan Rp91,4 juta dari Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Gresik Muhammad Muafaq Wirahadi.

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengaku telah menerima permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut KPK atas perkara dugaan suap pengisian jabatan atau jual beli jabatan di Kementerian Agama dengan terdakwa Romi. Dengan Kasasi ini, kewenangan penahanan terhadap Romi beralih ke MA.

Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan, Romi dapat segera  dikeluarkan dari rumah tahanan (Rutan) KPK. Hal tersebut lantaran terdakwa kasus suap jual beli jabatan di lingkungan Kementerian Agama itu sudah memenuhi sebagaimana vonis pengadilan tingkat banding.

"Menurut KUHAP dan Buku II MA, Ketua PN dapat memerintahkan Terdakwa dikeluarkan dari tahanan demi hukum," kata Andi Samsan Nganro, Rabu (29/4).

"Kendati demikian, dalam penetapan penahanan yang dikeluarkan oleh MA tetap dicantumkan klausul bahwa penahanan Terdakwa sudah sama dengan putusan yang dijatuhkan oleh PT DKI sehingga terdakwa dapat dikeluarkan dari tahanan demi hukum," lanjutnya.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sebelumnya mengabulkan permohonan banding Romi dan memangkas hukuman menjadi 1 tahun penjara. Atas pengabulan banding tersebut, KPK mengajukan upaya hukum kasasi.

Alasan lembaga antirasuah mengajukan kasasi yakni, KPK menilai Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding telah tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum tapi tidak sebagaimana mestinya.

“Hal itu terlihat dalam pertimbangan Mejelis Banding terkait adanya penerimaan sejumlah uang oleh Terdakwa tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada Terdakwa padahal jelas-jelas uang tersebut telah berpindah tangan dan beralih dalam penguasaan terdakwa,” kata Ali Fikri.

Alasan selanjutnya, kata Ali, Majelis Hakim Pengadilan Tingkat Banding juga tidak menerapkan hukum atau menerapkan hukum pembuktian tidak sebagaimana mestinya pada saat mempertimbangkan mengenai keberatan penununtut umum terkait hukuman tambahan kepada terdakwa. Hal ini berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik dengan tidak memberikan pertimbangan hukum yang jelas terkait ditolaknya keberatan penuntut umum tersebut.

photo
Kasus yang menjerat Romahurmuziy - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement