Rabu 29 Apr 2020 19:20 WIB

WHO Pasok Peralatan Medis ke 135 Negara Rentan

WHO memasok peralatan medis ke 135 negara berpendapatan rendah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Yudha Manggala P Putra
Ilustrasi.
Foto: Antara/Muhammad Adimaja
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA — Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tengah memasok peralatan medis ke 135 negara berpendapatan rendah yang menghadapi wabah Covid-19. Hal itu dilakukan mengikuti permintaan langsung Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Kepala Dukungan Operasi dan Logistik Program Keadaan Darurat Kesehatan WHO Paul Molinaro mengungkapkan meski lembaganya berupaya menyuplai peralatan medis ke berbagai negara, terjadi kekurangan pasokan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal itu karena meroketnya harga dan larangan ekspor yang diterapkan sejumlah negara.

“Permintaan jelas meningkat di pasar-pasar, 100 atau 200 kali permintaan normal. Di sisi penawaran kami melihat banyak shutdown di manufaktur, kami melihat banyak kontrol ekspor, kami melihat sistem transportasi udara internasional, di mana kami sangat bergantung pada pergerakan kargo, secara bertahap ditutup. Jadi kita pada titik di mana kita perlu mencari solusi untuk hal ini,” kata Molinaro pada Selasa (28/4), dikutip laman UN News.

Sebagai bagian dari upaya kolektif PBB dan mitra publik serta swasta, “Covid-19 Supply Portal” akan diluncurkan dalam beberapa hari mendatang. Hal ini menawarkan negara kesempatan mengirimkan permintaan pasokan melalui platform tunggal.

Ini akan memungkinkan sistem rantai pasokan kemanusiaan untuk merencanakan dan mengoordinasikan alokasi pasokan kritik ke 135 negara yang dianggap paling rentan. “Kita perlu merampingkan permintaan di tingkat negara untuk benar-benar melihat prioritas tertinggi dan untuk mencoba serta mendapatkan angka-angka ke sesuatu yang dapat dikelola dan dikoordinasikan,” kata Molinaro.

Langkah selanjutnya adalah pengadaan kolaboratif antara PBB dan para mitra utamanya dalam melakukan pendekatan pasar bersama. “Ini memberi kita suara yang lebih besar, terutama pasar yang terbatas dengan banyak persaingan ketat,” ujar Molinaro.

Langkah berikutnya adalah proses alokasi berdasarkan kerentanan dan kesenjangan serta kebutuhan kritis. “Kemudian langkah keempat, sehubungan dengan kesulitan transportasi, adalah menciptakan sistem transportasi terpadu, dan ini adalah sesuatu yang sedang dilakukan mitra kami, WFP (World Food Programme),” ucap Molinaro.

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan terdapat 80 negara dan wilayah pabean yang telah melarang atau membatasi ekspor masker wajah, alat pelindung, sarung tangan serta produk medis lainnya. Hal itu dilakukan guna mengantisipasi kekurangan internal dalam menghadapi wabah Covid-19.

WTO, dalam laporannya pada 23 April lalu, mengatakan 72 anggotanya menerapkan larangan ekspor masker dan produk medis lainnya. Namun hanya 13 negara saja yang memberi tembusan. Pelarangan ekspor juga diberlakukan delapan negara non-WTO.

WTO cukup menyayangkan masih banyak negara yang tak bersikap transparan terkait kebijakan pembatasan atau larangan ekspor yang mereka ambil. Menurutnya hal itu dapat merusak upaya memperlambat penyebaran Covid-19.

"Meskipun pengenalan langkah-langkah pembatasan ekspor dapat dipahami, kurangnya kerja sama internasional di bidang-bidang ini berisiko memotong negara-negara yang bergantung pada impor dari produk medis yang sangat dibutuhkan eropduniaserta memicu guncangan pasokan," kata WTO.

Menurut WTO pembatasan ekspor dapat mendorong negara lain mengikuti tindakan serupa. Hal itu tentu dapat mengurangi persediaan yang ada. "Dengan mengganggu rantai pasokan medis yang sudah mapan, tindakan seperti itu juga berisiko menghambat respons pasokan yang sangat dibutuhkan," ujar WTO.

WTO menilai efek jangka panjang dari tindakan demikian bisa signifikan. Tindakan yang terlalu luas dapat mengubah rantai pasokan dan tarif tambahan serta hambatan non-tarif dapat muncul sebagai reaksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement