Rabu 29 Apr 2020 13:34 WIB

Waspadai Penawaran Fintech Lending Ilegal di Tengah Pandemi

Sasaran mereka masyarakat yang butuh uang cepat untuk kebutuhan pokok atau konsumtif.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Budi Raharjo
Fintech ilegal
Foto: Tim Infogarfis Republika.co.id
Fintech ilegal

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Waspada Investasi (SWI) meminta masyarakat berhati-hati terhadap banyaknya penawaran pinjaman dari fintech lending yang tidak berizin. Satgas melihat penawaran tersebut sedang marak di tengah penyebaran Covid–19.

"Ada yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan masyarakat. Sasaran mereka adalah masyarakat yang membutuhkan uang cepat untuk memenuhi kebutuhan pokok atau konsumtif," kata Ketua SWI, Tongam L Tobing melalui siaran pers, Rabu (29/4).

Menurut Tongam, penawaran pinjaman dari fintech lending yang tidak berizin sangat merugikan bagi masyarakat. Selain mengenakan bunga yang sangat tinggi dan jangka waktu pinjaman pendek, mereka juga akan meminta akses semua data kontak di handphone.

Tongam menegaskan praktik tersebut sangat berbahaya. Sebab data yang diakses dari kontak handphone bisa disebarkan dan digunakan untuk alat mengintimidasi saat penagihan.

Per 29 April ini, Satgas setidaknya telah menemukan 81 fintech peer to peer lending ilegal. Sehingga total yang telah ditangani Satgas Waspada Investasi sejak 2018 sampai April 2020 sudah sebanyak 2.486 entitas.

Tongam juga meminta agar masyarakat yang memanfaatkan pinjaman fintech lending menggunakan dananya untuk kepentingan yang produktif. Masyarakat juga diminta bertanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman tersebut sesuai waktu perjanjian.

Selain itu, pada April ini, Satgas Waspada Investasi juga menghentikan 18 kegiatan usaha yang diduga telah melakukan kegiatan usaha tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat.

Modus penawaran investasi 18 perusahaan ini sangat merugikan karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar. Selain itu banyak juga kegiatan yang menduplikasi laman entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah laman tersebut

resmi milik entitas yang memiliki izin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement