Senin 27 Apr 2020 12:58 WIB

Khofifah Jelaskan Penyebab Pasien Positif Covid-19 Meninggal

Kebanyakan pasien meninggal karena memiliki penyakit bawaan, seperti diabetes.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bilal Ramadhan
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau salah satu kamar yang disiapkan untuk ruang observasi orang dalam pantauan (ODP) di Gedung BPSDM, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (24/3/2020). Pemprov Jawa Timur menyiapkan 450 tempat tidur untuk ruang observasi bagi ODP di kompleks BPSDM sebagai langkah antisipasi dalam menangani pandemi COVID-19
Foto: ANTARA/moch asim
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa meninjau salah satu kamar yang disiapkan untuk ruang observasi orang dalam pantauan (ODP) di Gedung BPSDM, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (24/3/2020). Pemprov Jawa Timur menyiapkan 450 tempat tidur untuk ruang observasi bagi ODP di kompleks BPSDM sebagai langkah antisipasi dalam menangani pandemi COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengungkapkan, hingga Ahad (26/4), pasien positif Covid-19 yang meninggal di wilayah setempat sebanyak 88 orang. Jika dipersentasekan, jumlahnya mencapai 11,21 persen dari total pasien positof Covid-19 yang sebanyak 785 orang.

Khofifah mengaku, setelah angka kematian melebihi 10 persen, pihaknya langsung menggelar rapat untuk mencari tahu penyebab kematian para pasien. Dari hasil penelusuran, lanjut Khofifah, mayoritas mereka yang meninggal adalah yang memiliki penyakit bawaan atau penyerta. Paling tinggi adalah mereka yang memiliki penyakut diabetes.

"Mereka meninggal sebagian besar adalah karena komorbid (penyakit penyerta). Ada datanya, sebagian besar karena ada ikutannya dan tertinggi adalah karena diabet," kata Khofifah di Surabaya, Senin (27/4).

Gubernur perempuan pertama di Jatim itu melanjutkan, selain karena adanya penyakit penyerta, sebagian besar pasien positif Covid-19 yang meninggal adalah karena keterlambatan pasien mengakses layanan rumah sakit. Sehingga ketika pasien datang ke rumah sakit, sudah dalam kondisi terbilang parah infeksinya.

"Jadi ketika kami dapat konfirmasi ini ada pasien masuk bu, kata dr Joni (ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Covid-19 Jatim) kondisinya sudah seperti ini. Itu rata-rata karena keterlambatan mereka dalam akses layanan rumah sakit," ujar Khofifah.

Keterlambatan pasien mendatangi rumah sakit untuk memeriksakan diri, karena masih ada stigma negatif di masyarakat terhadap mereka yang terjangkit Covid-19. Ini yang justru membuat para pasien enggan memeriksakan diri ke layanan kesehatan. Sehingga begitu datang ke rumah sakit rujukan sudah dalam kondisi buruk.

"Karena itu saya kembali mohon kepada masyarakat Jatim, Covid-19 bukanlah penyakit yang berstigma (negataif). Jadi saya ingin sampaikan tolong kita sampaikan empati dan simpati dengan cara memberikan pendampingan dan gotong royong," kata Khofifah.

Ketua Tim Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr. Joni Wahyuhadi menjelaskan, sebenarnya pasien positif virus corona bisa sembuh sendiri, selama imunitas tubuhnya kuat dan tidak ada penyakit penyerta. Maka dari itu, kata dia, kebanyakan pasien yang meninggal adalah yang memiliki penyakit bawaan, seperti diabetes, hipertensi, paru-paru kronis, dan sebagainya.

"Kalau tidak punya penyakit bawaan bisa sembuh. Tapi kalau punya, karena kadang-kadang kita tak menyadari kalau punya diabetes, punya hipertensi," ujar Dirut RSUD dr. Soetomo Surabaya tersebut.

Joni mencontohkan, dari sekian banyak pasien positif Covid-19 di Jatim, ada yang sembuh, padahal usianya sudah menginjak 78 tahun. Itu karena yang bersangkutan tidak memiliki penyakit bawaan. Tetapi, kata dia, sebaliknya, ada pasien positif Covid-19 yang masih muda, yakni berusia 47-an tahun, meninggal karena memiliki penyakit bawaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement