Sabtu 25 Apr 2020 17:26 WIB

Kartini dan Solidaritas Hari ini

Perempuan abad 20 memiliki mimpi mengubah wajah kehidupan jadi lebih adil dan setara.

 RA Kartini
Foto: Wikipedia
RA Kartini

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Dian Andriasari, Dosen FH Unisba & Aktivis Perempuan

Setiap 21 April, narasi tentang Kartini selalu di produksi dengan berbagai macam

perspektif. Saat ini peringatan hari lahir perempuan yang setelah ia berpulang, kumpulan catatan kegelisahan yang ia tulis dalam surat-surat, dapat berulang-ulang kita baca dalam buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”. Seperti Kartini ketika itu, dengan versi yang berbeda, rakyat Indonesia saat ini tengah melawan kondisi penuh ketidakpastian, kegelisahan dan terjepit.

Bagaimana tidak, 21 April 2020 ini suasana kehidupan masyarakat Indonesia bahkan dunia begitu berbeda. Situasi pandemi ini menghantarkan pada banyak ketidakpastian, kompleks dan tanpa bermaksud berlebih-lebihan bayang-bayang pemutusan hubungan kerja, pekerja yang dirumahkan, keriangan dalam suasana sekolah yang meredup dan kemiskinan dan sederet persoalan sosial lainnya. Lalu, bagaimana perenungan 21 April saat ini dan bagaimana perempuan Indonesia dapat berdaya dan mewujudkan pesan solidaritas “Kartini” di masa-masa yang sulit ini?

Narasi Kartini

Sebagaimana kita ketahui dalam narasi-narasi sejarah yang telah dituliskan, bahwa Kartini hidup dalam keadaan politik kolonial yang represif, tahun-tahun itu di mana ia begitu bersemangat untuk mengangkat derajat perempuan-perempuan pribumi—melontarkan kritik pedas pada orang-orang kolonial. Ia sebenarnya tak berdaya, pun tak memiliki kekuasaan.

Namun ia melawan ketakutannya sendiri, ia ingin agar kelak perempuan-perempuan dari bangsanya menjadi perempuan terdidik. Kartini mencoba progresif dalam kecemasannya, yang membuatnya waras adalah adanya kesadaran akan “tanggung jawab sosial” meski dalam polemiknya yang lain ia sebut sebagai kesadaran akan tugas dalam “reconstructive arbeid”, kerja pembangunan-sebuah kesadaran tertinggi dari manusia yang terjajah.

Kini pengalaman hidup Kartini tak harus terimajinasi dalam bentuk glorifikasi. Dalam situasi pandemik ini agaknya kita perlu bergeser kearah lain, yakni berangkat dari dan di dalam pengalaman antarmanusia, kepedulian pada masyarakat yang hidup dalam kesulitan dan ketertindasan secara struktural. Narasi Kartini hari ini adalah sebuah miniatur perjuangan hidup manusia yang mencapai puncak kesadaran kultural dalam bentuk solidaritas nasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement