Jumat 24 Apr 2020 17:30 WIB

Narasi Komunikasi Politik Indonesia

Melalui buku ini Gun Gun Heryanto menarasikan realitas komunikasi panggung politik.

Buku ini juga mengajak masyarakat pembaca untuk tidak melewatkan ‘kartu hijau’ yang dimiliki melalui pegangan prinsip komunikasi politik, sehingga dalam melihat suatu kejadian politik, masyarakat tidak main ambil simpul dan bijak mengelola arus infromasi dan aras politik nasional.
Foto: dok pri
Buku ini juga mengajak masyarakat pembaca untuk tidak melewatkan ‘kartu hijau’ yang dimiliki melalui pegangan prinsip komunikasi politik, sehingga dalam melihat suatu kejadian politik, masyarakat tidak main ambil simpul dan bijak mengelola arus infromasi dan aras politik nasional.

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh Eka Ade Lestari (Peneliti Muda serta pegiat di The Political Literacy Institute) 

Hingar bingar kontestasi politik tidak dapat dipisahkan dari komunikasi politik. Berbagai dialog menghidupi berbagai magnitude politik, dimulai pada tahap pencalonan, kampanye, peneguhan pilihan, pencoblosan, konflik, hingga fase rekonsiliasi. Persoalannya, politik bukan hanya seputar lobi dan bagi-bagi kursi, ada instrumen penting guna membangun narasi yang sehat. Berbagai gagasan dan ide para elite politik didagangkan melalui retorika-retorika yang tujuannya tidak lain adalah untuk menarik perhatian (attention). 

Melalui buku terbarunya “Realitas Komunikasi Politik Indonesia Kontemporer”, Gun Gun Heryanto menarasikan realitas komunikasi di panggung politik, mulai dari dasar nomena sampai fenomena yang tampak di permukaan. Dituangkan melalui pisau analisis akademik dari perspektif Komunikasi Politik. Selain itu, fakta yang disajikan dalam buku yang rilis Maret 2020 ini merupakan data yang kredibel dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Sehingga, selain membawa pembaca ke dalam pemahaman realitas politik melalui konsep dan teori yang terstruktur, buku ini juga mencerahkan nalar pembaca dalam membangun demokrasi positif melalui berbagai dialektika sosial lainnya.

Buku ini secara eksplisit menyorot dan merangkum berbagai peristiwa komunikasi politik yang terjadi di tanah air pada perhelatan pemilu 2019 atau yang terjadi sepanjang tahun 2018 – 2019. Hakikatnya, realitas dipahami sebagai kenyataan  yang terjadi dan nyata. Menariknya, buku ini tidak hanya mengungkap realitas komunikasi politik kontemporer, tapi juga membubuhkan idealitas komunikasi yang sangat penting bagi para komunikator politik khususnya, dan masyarakat komunikan politik pada umumya. Sehingga dalam mengelola elemen-elemen komunikasi politik, mereka tak kehilangan perasaannya –pathos, tak kehilangan ruhnya – ethos serta tak kehilangan argument dan pengatahuannya - logos.

Realitas komunikasi politik yang disuguhkan dibagi ke dalam 6 bab yang tersistematis guna memudahkan pembaca menyelami dengan mudah berbagai realitasnya. Mulai realitas komunikasi politik di pemilu, realitas komunikasi politik di pilpres, realitas komunikasi politik dalam kampanye, realitas komunikasi politik di pemerintahan, realitas pendidikan politik di partai politik, dan realitas komunikasi politik di media massa dan media sosial.

Meskipun buku ini cukup tebal 396 halaman, tampaknya tidak mengurangi kepraktisan dalam membawa pembaca memahami kasus, konsep dan teori serta solusi yang ditawarkan. Sebab isi setiap bab dijabarkan detail membedah kasus per- kasus dengan konsep, lalu dibentangkannya tawaran solusi secara rasional.  Tentu saja, banyak hal yang masih menjadi kekurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2019. Sangat mungkin juga muncul ragam pelanggaran yang merugikan salah satu pasangan calon. Hal yang bisa muncul pascapenetapan adalah konflik elektoral, yakni pertentangan, perseturuan, dan sengketa yang terjadi antara penyelenggara pemilu, peserta pemilu, masyarakat, dan pihak-pihak lainnya. Kita harus mengkanalisasi konflik pascapenetapan ini melalui mekanisme perselisihan hasil pemilu yang telah diatur dalam konstitusi dan UU.

Membaca konflik pemilu, Heryanto menyuarakan agar tak harus selalu negatif dan merusak. Ia memberi solusi dengan membuka perspektif teori konflik oleh sosiolog konflik Lewis Coser (dalam RA Wallace, A Wolf, Contemporary Sociological Theory: Continuing the Classical Tradition, 1986), yang memandang konflik tidak selalu merusak sistem sosial. Konflik dan integrasi sebagai dua sisi yang bisa memperkuat dan memperlemah satu sama lainnya. Coser membedakan dua tipe dasar konflik yang realistis dan nonrealistis. Konflik realistis biasanya akan segera mereda dan biasanya teratasi dengan baik melalui koridor hukum dan hubungan antarpersonal. Sementara konflik nonrealistis, sulit disembuhkan bahkan kerap membekas dalam memori kolektif, misalnya konflik berbasis SARA. 

Heryanto menawarkan empat hal yang bisa menjadi solusi. Pertama, semua elite yang bertarung terutama para kandidat capres/cawapres dan tim pemenangannya harus menghindari diksi-diksi dan pernyataan provokatif. Kedua, pemerintah dan pihak aparat baik TNI maupun Polri harus mampu menjaga sikap yang proporsional dan profesional. Ketiga, penyelenggara pemilu seperti KPU dan juga Bawaslu harus benar-benar piawai mengomunikasikan seluruh informasi yang saat ini dinanti banyak pihak dengan meminimalisir kesalahan. Keempat, Media Massa perlu memegang teguh kaidah jurnalisme yang menjadikan kebenaran fakta sebagai yang utama.

Secara keseluruhan, ada beberapa kelebihan dari buku ini: yakni unggul dalam mengkomparasikan peran-peran aktor politik, konten politik dan media dengan iklim demokrasi. Dan tidak ketinggalan, selalu menawarkan solusi dari setiap realitas konflik politik yang ada, sehingga mencerahkan pembaca bahwa setiap masalah; pasti ada solusi. Selain itu, ia juga memberi ruang diskursus alternatif pada kajian komunikasi politik. Sehingga buku ini sangat disarankan bagi khalayak luas, kalangan akademisi, politisi, bahkan masyarakat umum yang utamanya pecinta rasionalitas. 

Sebagai refleksi, hadirnya buku ini tidak menjadi justifikasi kepada aktor politik, ia meneguhkan bagaimana nalar ilmiah berbicara tentangnya, tentang realitas komunikasi politik kontemporer dan menjadi ‘kartu kuning’ kepada aktor politik untuk lebih bijaksana dalam memolarisasi komunikasi. Buku ini juga mengajak masyarakat pembaca untuk tidak melewatkan ‘kartu hijau’ yang dimiliki melalui pegangan prinsip komunikasi politik, sehingga dalam melihat suatu kejadian politik, masyarakat tidak main ambil simpul dan bijak mengelola arus infromasi dan aras politik nasional.

 

Judul: Realitas Komunikasi Politik Indonesia Kontemporer

Penulis: Dr Gun Gun Heryanto, MSi

Penerbit: DIVA Press

Edisi: Maret 2020

Tebal: 396 Halaman

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement