Kamis 23 Apr 2020 16:50 WIB

Perusahaan Bisa Kurangi Tunjangan Transportasi Saat WFH

Meski WFH perusahaan harus mengupayakan bisa memenuhi semua hak karyawan.

Pekerja saat melakukan rapat daring menggunakan demi kebutuhan WFH atau kerja dari rumah. Perusahaan bisa melakukan sejumlah efisiensi seiring WFH jika kondisinya keuangannya mulai tidak membaik.
Foto: Antara/Olha Mulalinda
Pekerja saat melakukan rapat daring menggunakan demi kebutuhan WFH atau kerja dari rumah. Perusahaan bisa melakukan sejumlah efisiensi seiring WFH jika kondisinya keuangannya mulai tidak membaik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar perburuhan dari Universitas Indonesia Prof Dr Aloysius Uwiyono SH MH mengatakan perusahaan dapat mengurangi tunjangan transportasi karyawan saat diberlakukannya bekerja dari rumah atau work from home (WFH) yang disebabkan pandemi Covid-19. Pengurangan tunjangan transportasi bisa dilakukan bila perusahaan terpaksa menempuh langkah efisiensi agar bisa menghindari PHK.

"WFH ini tidak dikehendaki pengusaha maupun pekerja, tetapi situasi ini terpaksa karena pandemi Covid-19," ujar Uwiyono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (23/4).

Baca Juga

Meski bekerja dari rumah, baik pekerja maupun pengusaha, harus tetap melaksanakan hak dan kewajibannya. Namun pengusaha dapat mengurangi tunjangan transportasi karyawan jika kondisi keuangan perusahaan kurang begitu baik.

Dia menambahkan perusahaan tidak bisa memecat atau melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karyawannya jika tidak mengalami kerugian terus-menerus yang mengakibatkan perusahaan tutup.

Namun, kata dia, pengusaha maupun pekerja dapat melakukan negosiasi dengan melihat pasal 93 ayat 3 UU 13/2003. Pengusaha dapat melakukan PHK pada karyawannya, setelah jangka waktu satu tahun dengan kewajiban membayar upah sebesar 100 persen gaji untuk empat bulan pertama, 75 persen gaji untuk empat bulan kedua, dan 50 persen gaji untuk empat bulan ketiga.

Meski berada dalam situasi pandemi, kata dia, pengusaha tetap memiliki kewajiban untuk membayarkan Tunjangan Hari Raya (THR) dan kewajiban lainnya.

Sementara praktisi hukum A Kemalsjah Siregar menambahkan pandemi Covid-19 yang terjadi di seluruh dunia merupakan peristiwa yang berada di luar kemampuan normal manusia. Kondisi ini digolongkan sebagai keadaan memaksa.

Pandemi itu juga mengakibatkan pengusaha di seluruh dunia terpaksa dan harus mengurangi kegiatannya secara drastis atau bahkan menghentikan kegiatan usahanya. Hingga berdampak pada pendapatan perusahaan.

"Hendaknya pengusaha mencapai kesepakatan dengan pekerja apabila tidak membayarkan upah atau membayar kurang upah. Tidak tepat untuk menggunakan istilah cuti di luar tanggungan," kata Kemal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement