Rabu 22 Apr 2020 22:15 WIB

BPKP akan Awasi Pelaksanaan Perppu 1/2020

Pelaksanaan Perppu 1/2020 akan diawasi BPKP.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Muhammad Hafil
BPKP akan Awasi Pelaksanaan Perppu 1/2020. Foto: Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh
Foto: Republika/Fauziah Mursid
BPKP akan Awasi Pelaksanaan Perppu 1/2020. Foto: Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) akan mengawasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. Perppu ini tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

"Yang penting dalam pelaksanaan kebijakan itu kalau ada hal-hal menyimpang artinya secara niat memang sudah akan melakukan penyimpangan, moral hazard-nya ada, kemudian merugikan negara, itu yang kita awasi," ujar Ketua BPKP, Muhammad Yusuf Ateh saat dihubungi Republika, Rabu (22/4).

Baca Juga

Ia mengatakan, ada atau tidaknya Pasal 27 Perppu 1/2020 itu, BPKP tetap akan melakukan pengawasan. Pasal 27 ini dikritik sejumlah pihak karena dinilai adanya 'kebal hukum' bagi penyelenggara negara dalam menggunakan anggaran untuk penanganan pandemi virus corona.

Sebab, pejabat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diantaranya Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan, maupun pejabat lainnya tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana. Segala tindakan termasuk keputusan yang diambil berdasarkan Perppu ini bukan merupakan objek gugatan ke peradilan tata usaha negara.

 

"Setiap pelaksanaan kebijakan itu bukan berarti semua orang boleh berbuat semaunya. Kita lihat kayak tadi tuh Rp 25 ribu, melakukan potongan, itu kan salah, tetap salah pelaksanaannya, kan kebijakannya tidak seperti itu, itu yang kita awasi," kata Ateh.

Ia pun tak menampik adanya celah korupsi dalam penggunaan dana Covid-19. Contohnya saja, pemotongan bantuan sosial (bansos) sebesar Rp 25 ribu per Kepala Keluarga dari program Pemerintah Kota Depok untuk warga terdampak pandemi corona (Covid-19) di wilayah RT 05/06, Kelurahan Mampang, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok.

Ateh mengatakan, BPKP pun bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian, dan Kejaksaan Negeri di setiap daerah. Mereka akan mengawal celah-celah rawan dan titik potensial bermasalah yang telah disusun BPKP sekaligus antisipasi penyimpangan.

"Tapi fokus kita yang penting sementara ini kita jalan dulu. Bagaimana pun nanti kan bisa kita tindak lanjuti belakangan, karena orang kita sedikit, sebagian juga WFH (work from home), orang Kejaksaan juga. Tapi dengan Kejaksaan kita sudah sama-sama sepakat mengawal ini semua, supaya sekecil mungkin ini bisa penyimpangan-penyimpanannya kita tekan, itu bisa kita identifikasi di awal," kata Ateh.

Menurut Ateh, dalam penanganan Covid-19 diperlukan kecepatan, tetapi ketika adanya kecepatan kebutuhan anggaran itu, di sisi lain kontrol akan lemah. Dengan demikian, ia mengaku akan melaksanakan pengawasan anggaran Covid-19 terstruktur, terukur, dan akuntabel.

Pengawasan segala penggunaan keuangan negara akan dilakukan dari tingkat pusat hingga daerah. Kendati adanya keterbatasan sumber daya manusia, BPKP pun bekerja sama dengan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement