Rabu 22 Apr 2020 17:55 WIB

Pakar UB: Kegiatan di Rumah Saja Dapat Minimalisasi Longsor

Berkurangnya arus kendaraan berat dinilai mempengaruhi frekuensi gelombang seismik.

Ilustrasi.
Foto: ANTARA/Anis Efizudin
Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG, JAWA TIMUR -- Pakar Kebumian dan Kebencanaan Universitas Brawijaya (UB) Malang Prof Adi Susilo menyatakan kegiatan "di rumah saja" otomatis akan mengurangi aktivitas manusia di luar, sehingga akan mengurangi penggunaan kendaraan berat.  Hal itu secara tidak langsung kata dia dapat meminimalisasi bencana longsor.

"Penggunaan moda transportasi dan kendaraan berat, seperti pesawat terbang, kendaraan darat yang bertonase besar atau kecil, berpengaruh terhadap frekuensi adanya gelombang seismik akibat kendaraan yang menjadi salah satu penyebab bencana longsor," kata Prof Adi Susilo di Malang, Jawa Timur, Rabu (22/4).

Menurut dia, berkurangnya aktivitas manusia seperti penggunaan kendaraan berat dan pesawat terbang akan berpengaruh terhadap frekuensi timbulnya gelombang seismik. Gelombang seismik ini adalah gelombang yang merambat pada bagian dalam bumi dan juga permukaan bumi.

Ia mengatakan gelombang seismik dalam frekuensi tertentu memicu terjadinya longsor, seperti yang terjadi di provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu, gelombang ini diakibatkan oleh getaran kendaraan yang lewat.

Oleh karena itu, lanjutnya, berkurangnya aktivitas manusia di luar menjadi momen bumi beristirahat, sekaligus mengurangi proses yang ada di kulit bumi dan berpengaruh terhadap infrastruktur bangunan.

"Jika frekuensi getaran sama dengan dengan frekuensi bangunan, akan menimbulkan resonansi bangunan, sehingga bisa menyebabkan kerusakan, seperti retak. Getaran ini dihasilkan oleh kendaraan-kendaraan yang lewat," kata Adi.

Berkurangnya aktivitas manusia, juga akan mengurangi gangguan pada infrastruktur buatan manusia, seperti jembatan dan bangunan.

Apalagi, kata Adi, daerah pesisir utara sangat kuat sekali dilewati getaran-getaran seismik. Daerah di pesisir utara seperti Surabaya berasal dari endapan nonvulkanik, seperti lempung dan lumpur. Sebuah getaran ketika melewati lempung bisa kuat,tapi kalau lewat pasir bisa diredam.

"Semakin kuat getarannya, pengaruh terhadap kerusakan bangunan akan semakin besar," kata Adi.

Namun, Adi justru khawatir ketika masa pandemi Covid-19 ini berakhir. "Sekarang bumi relatif istirahat dari dilewatinya getaran seisimik dan bencana alam yang lain juga berkurang. Itu hikmahnya. Saya justru khawatir setelah Ramadhan dan pandemi berakhir, mobilitas serta kebutuhan tinggi, maka kondisi alam akan menjadi lebih buruk lagi," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement