Rabu 22 Apr 2020 23:15 WIB

Bank Indonesia Serap Rp 1,7 Triliun dalam Lelang SBSN 

BI berpartisipasi sebagai non competitive bidder sesuai nota kesepahaman Kemenkeu.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Friska Yolandha
Bank Indonesia (BI): Seorang melintas didekat logo Bank Indonesia Jakarta, Kamis (21/2).
Foto: Republika/Prayogi
Bank Indonesia (BI): Seorang melintas didekat logo Bank Indonesia Jakarta, Kamis (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) turut berpartisipasi dalam lelang sukuk negara yang dilaksanakan Selasa (21/4) kemarin. Pemerintah menyerap dana Rp 9,98 triliun dari lelang enam seri Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tersebut dari total penawaran Rp 18,8 triliun.

Gubernur BI, Perry Warjiyo menyampaikan BI berpartisipasi sebagai non competitive bidder dengan menyerap Rp 1,7 triliun. Menurutnya, partisipasi tersebut sudah sesuai nota kesepahaman BI dan Kemenkeu terkait dana untuk pembiayaan fiskal.

Baca Juga

"Iya BI berpartisipasi di lelang SBSN kemarin sebagai non competitive bidder senilai Rp 1,7 triliun," katanya dalam konferensi virtual, Rabu (22/4).

Perry menegaskan, kebutuhan dana dalam penanganan Covid-19 termasuk untuk pembiayaan fiskal dan pemulihan ekonomi. Dana untuk pembiayaan fiskal diyakini akan terpenuhi dari lelang-lelang SBN yang akan diserap pasar.

Sementara untuk pemulihan ekonomi, otoritas masih membahasnya. Namun secara prinsip, pemerintah akan menggunakan dana-dana yang ada, misal dana Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) dan lainnya.

Perry mengatakan keterlibatan BI untuk membeli SBN di pasar perdana juga akan tergantung beberapa prinsip. Seperti berperan sebagai the last resort karena pemerintah akan memaksimalkan dana yang ada, juga sesuai mekanisme pasar, terukur dampaknya terhadap inflasi, dan jenis SBN-nya bisa untuk operasi moneter.

Artinya instrumen surat utang tersebut harus tradeable. Operasi moneter BI dilakukan dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Agar dampak terhadap inflasi terukur, BI hanya bisa membeli SBN maksimal 30 persen untuk sukuk negara (SBSN) dan 25 persen untuk obligasi negara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement