Selasa 21 Apr 2020 16:50 WIB

Chatib Basri: Kebijakan Fiskal Tradisional Akan Picu Inflasi

Pemerintah perlu memperbaiki dari sisi supply atau ketersediaan.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Mantan Menteri Keuangan Chatib Basri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Periode 2013-2014 Chatib Basri menilai, kebijakan fiskal tradisional yang fokus pada peningkatan konsumsi tidak efektif dalam mendorong ekonomi di tengah tekanan pandemi Covid-19 saat ini. Langkah tersebut justru berpotensi memicu kenaikan harga, sehingga berisiko meningkatkan inflasi.

Chatib menjelaskan, kebijakan fiskal tradisional atau traditional pump priming ini sempat dilakukan pemerintah saat menghadapi krisis keuangan global pada 2008-20019. Saat itu, pemerintah memberikan bantuan sosial termasuk bantuan langsung tunai agar konsumsi domestik dapat tumbuh, mengompensasi perlambatan permintaan luar negeri.

Tapi, Chatib menekankan, situasi kali ini berbeda. Pandemi Covid-19 ikut menganggu rantai pasok (supply chain) global, tidak hanya konsumsi seperti yang terjadi 2008. "Kalau kita dorong permintaan di saat produksi turun, risiko inflasi naik. Ini yang menjelaskan kenapa harga barang sekarang mulai naik," tuturnya dalam diskusi live streaming, Selasa (21/4).

Oleh karena itu, Chatib mengatakan, kebijakan fiskal yang diambil sekarang harus lebih hati-hati. Pemerintah juga perlu memperbaiki dari sisi supply atau ketersediaan. Cara utama dan pertama yang dilakukan adalah menghentikan, atau setidaknya memperlambat, laju penyebaran virus Covid-19.

Chatib menyebutkan, tiga prioritas pemerintah saat ini sudah tepat. Mereka adalah meningkatkan kapasitas sektor kesehatan, memberikan jaring pengaman sosial dan mendukung aktivitas usaha. "Kebijakan fiskalnya pas dengan kondisi sekarang," katanya.

Salah satu kebijakan yang disoroti Chatib adalah bantuan sosial (bansos). Menurut ekonom senior tersebut, perlindungan sosial kini juga harus mengalami pembaharuan dibandingkan bansos yang kerap dilakukan selama ini. Khususnya dari cakupan penerima bantuan.

Biasanya, bantuan lebih diarahkan pada penduduk miskin, namun sekarang harus diperluas. Chatib menuturkan, masyarakat yang harus tinggal di rumah karena kebijakan social distancing dan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) patut dikompensasi melalui BLT maupun bansos lain. Sebab, mereka tidak dapat bekerja seperti biasa yang pasti berdampak pada tingkat pendapatan.

Apabila mereka tidak diberikan perlindungan sosial, Chatib khawatir, masyarakat justru akan keluar rumah. Akibatnya, PSBB yang ditujukan untuk menekan tingkat penyebaran virus pun tidak efektif. "Harus ada perlindungan sosial yang lebih dari sekarang," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement