Ahad 19 Apr 2020 14:48 WIB

Membela Staf Khusus Milenial

Harapan atas peran staf khusus milenial sejak dilantik memang membumbung tinggi

Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Presiden Joko Widodo (keempat kiri) bersama staf khusus yang baru dari kalangan milenial (kiri ke kanan) CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra, Perumus Gerakan Sabang Merauke Ayu Kartika Dewi, Pendiri Ruang Guru Adamas Belva Syah Devara, Peraih beasiswa kuliah di Oxford Billy Gracia Yosaphat Mambrasar, CEO dan Founder Creativepreneur Putri Indahsari Tanjung, Pendiri Thisable Enterprise Angkie Yudistia dan Mantan Ketua Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia/PMII Aminuddin Ma

REPUBLIKA.CO.ID, 

 

Oleh: drg Arief Rosyid, Merial Institute/Anggota Pokja Pelayanan Kepemudaan Kemenpora RI

Saya terpanggil untuk ikut menuliskan apa yang kini telah menjadi diskursus publik tentang kehadiran staf khusus milenial. Di dinding medsos saya tanggal 22 November 2019, mengabadi ucapan selamat saya terhadap mereka.

“Juga tentang amanah sebagai pejabat publik yang hanya boleh digunakan untuk kemaslahatan orang banyak, berbuat sebaik-baik dan sebesar-besarnya untuk ummat, bangsa, dan negara. Akhirnya selamat kepada saudara (i) saya yang peroleh kesempatan sebagai Staf Khusus Presiden, semoga mampu menjadi jembatan yang baik antar milenial.”

Seperti ini sebait harapan saya terhadap mereka waktu itu, komitmen inilah yang diharapkan kepada mereka yang diamanahi jabatan publik. Saya menulis juga agak panjang di tulisan saya “Kekuasaan Untuk Kemaslahatan (1)”, rencananya akan berseri dengan figur-figur lain.

Harapan terhadap teman-teman staf khusus milenial sejak dilantik itu memang membumbung tinggi. Hampir sebulan antusiasme media mainstream dan media sosial menjelaskan latar belakang keluarga, sekolah, hingga prestasi apa saja yang selama ini melekat.

Presiden Jokowi juga kepincut untuk menempatkan mereka tentu dengan latar belakang dan prestasi itu. Beliau menyampaikan agar teman-teman ini menjadi jembatan Presiden bagi anak muda yang tersebar di berbagai tempat.

Keyakinan beliau dengan gagasan segar dan kreatif teman-teman staf khusus ini akan menjadi jalan Indonesia mengejar ketertinggalan. Selama 5 bulan memang masih terlalu dini, tapi sekali lagi semua menjadi wajar karena sejak awal ekspektasi publik terlampau besar.

Perpres 66/2017

Pembelaan saya terhadap teman-teman staf khusus milenial ini dibuat karena keraguan saya sejak awal mereka tidak diarahkan untuk melaksanakan apa yang telah ditandatangani oleh Presiden Jokowi dalam Peraturan Presiden No. 66 tahun 2017 tentang Koordinasi Strategis Lintas Sektor Penyelenggaraan Pelayanan Kepemudaan.

Itikad baik Presiden Jokowi sejak tiga tahun yang lalu ini harus tersampaikan dengan baik, khususnya kepada pemuda/milenial. Implementasi kebijakan ini akan berujung pada program kepemudaan yang kini masih tersebar di sejumlah kementerian/lembaga, tentu akan berdampak besar secara nasional.

Jika melihat sekali lagi di awal tulisan ini, saya mengutip apa yang menjadi harapan Presiden Jokowi bahwa staf khusus milenial ini adalah jembatan kebijakan Presiden dengan pemuda/milenial.

Perantara antara Presiden dan staf khusus milenial inilah yang paling bertanggung jawab mengarahkan teman-teman ini untuk bekerja sekuat-kuatnya agar Perpres 66/2017 ini terimplementasi. Belum lagi amanah turunannya yakni Tim Koordinasi, Rencana Aksi Nasional/Daerah, dan Indeks Pembangunan Kepemudaan.

Tak bijak rasanya menyalahkan sepenuhnya teman-teman staf khusus milenial ini, jika ada aktivitas masing-masing dari mereka yang dianggap keluar kendali. Sejak awal mereka tidak diboboti dan diarahkan untuk mengawal dan mengerjakan apa yang semestinya mereka lakukan secara terstruktur, sistematis, dan massif.

Ke depan, sebagaimana ditegaskan berulang-ulang oleh Presiden Jokowi, perlu cara-cara baru dalam menjalankan pemerintahan. Hambatan pembangunan kepemudaan seperti menguatnya ego-sektoral dan kelembagaan perlu dikikis melalui koordinasi dan sinkronisasi melalui sistem yang berkelanjutan.

Mengandalkan Kemenpora saja juga tidak mungkin, karena kapasitasnya yang terbatas. Program-program yang dilaksanakan oleh Kemenpora hanya sebagian kecil dari cakupan kebijakan pembangunan pemuda. Karena sebagian besar kebijakan dan program menjadi tanggungjawab Kementerian dan Lembaga lain.

Data Bappenas menunjukkan, anggaran yang dikelola Kemenpora hanya sekitar 0,196% dari total APBN. Sedangkan perkiraan kasar total program dan kegiatan pembangunan pemuda di 23 kementerian dan lembaga mencapai sekitar 16,8% dari APBN. Porsi terbesar berada di Kemendikbud, Kemenag, dan Kemensos.

Lembaga dan unit kerja di sekitar Presiden yang telah ada, ditambah lagi staf khusus milenial, harusnya menjadi pihak yang paling di depan menggedor hambatan pembangunan SDM pemuda kita selama ini.

Semoga saja setelah kekeliruan yang hadir ditengah krisis akibat korona ini, menjadikan kita kembali lebih bijak dan fokus untuk bersama-sama menyukseskan agenda prioritas di periode kedua Presiden Jokowi, membangun SDM (Milenial) Unggul untuk Indonesia Maju!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement