Ahad 19 Apr 2020 13:56 WIB

Ketidakjujuran Pasien, Petaka Bagi Tenaga Medis

Keterbukaan pasien padahal menjadi kunci pencegahan penularan Covid-19.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
 Seorang penyapu jalan berjalan melewati Hotel Indonesia Kempinski, ketika lampu kamar membuat bentuk hati untuk menghormati perawatan kesehatan dan pekerja penting lainnya masih bekerja, selama wabah coronavirus baru di Jakarta, Indonesia, Jumat (17/4/2020). Tenaga medis adalah kelompok kerap kali terpapar corona akibat ketidakjujuran pasien.
Foto: AP / Dita Alangkara
Seorang penyapu jalan berjalan melewati Hotel Indonesia Kempinski, ketika lampu kamar membuat bentuk hati untuk menghormati perawatan kesehatan dan pekerja penting lainnya masih bekerja, selama wabah coronavirus baru di Jakarta, Indonesia, Jumat (17/4/2020). Tenaga medis adalah kelompok kerap kali terpapar corona akibat ketidakjujuran pasien.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya kasus perawat atau dokter yang terinfeksi virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah ketidakjujuran pasien ketika berobat atau saat ditanya perihal kronologi penyakitnya.

Padahal keterbukaan pasien menjadi kunci bahwa Covid-19 dapat disembuhkan dan penularan dapat dicegah.

Baca Juga

Seperti kisah Nurdiansyah, salah satu perawat yang turut menangani pasien Covid-19 di Rumah Sakit Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Ia berbagi pengalamannya di Media Center Gugus Tugas Percepatan penanganan Covid-19, Graha Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Jakarta, Ahad (19/4).

Ia menyebutkan sudah banyak tenaga medis yang terinfeksi hingga gugur dalam melaksanakan tugasnya. Bagi Nurdiansyah, hal itu semakin menambah cerita duka bagi dirinya dan juga para tenaga medis lainnya saat melaksanakan tugasnya menangani Covid-19.

“Sudah mulai banyak kasus-kasus yang terjadi dengan kita. Beberapa teman ada yang dirawat. Teman-teman yang tertular dari pasien. Ada yang tertular karena mungkin ketidakjujuran (pasien). Bulan ini kita penuh duka, angka positif dari teman-teman kita semakin banyak, yang meninggal juga,” ujarnya.

Nurdiansyah juga berkisah tentang apa yang sudah dialami oleh rekan-rekannya tentang stigma negatif tenaga medis, khususnya di lingkungan tempat tinggalnya. Mulai dari diusir hingga anggota keluarganya diasingkan dan dikucilkan oleh tetangga.

“Stigma yang negatif tentang perawat Covid-19 mulai dari diusir dari rumah kontrakan, kemudian anak dari perawat juga diasingkan dengan anak tetangganya,” kata Nurdiansyah.

Pria yang tadinya bekerja untuk pasien HIV/AIDS itu menyampaikan harapan kepada semua pihak, pemerintah dan masyarakat untuk melakukan pencegahan. Menurutnya, satu-satunya upaya melawan Covid-19 adalah dengan pencegahan.

Garda terdepan untuk pencegahan yakni masyarakat.

"Mari sama-sama kita lakukan pencegahan. Dalam hal ini garda terdepan adalah masyarakat,” katanya.

Di sisi lain, Nudiansyah juga memberikan apresiasi kepada Pemerintah karena telah memberikan fasilitas bagi tenaga medis berupa tempat tinggal untuk transit dan istirahat. Sehingga hal itu dapat dimanfaatkan mereka untuk melepas lelah setelah melaksanakan tugas melayani pasien.

"Alhamdulillah pemerintah sudah memberikan penginapan sebagai transit dan tempat untuk beristirahat,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement