Sabtu 18 Apr 2020 00:10 WIB

Lebam di Hidung Tanda Perang Melawan Covid-19

"Rata-rata dari kita itu hidungnya pada hancur pakai N95".

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus Yulianto
Petugas medis bersiap di ruang instalasi gawat darurat Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Presiden Joko Widodo yang telah melakukan peninjauan tempat ini memastikan bahwa rumah sakit darurat ini siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19
Foto: Antara/Kompas/Heru Sri Kumoro
Petugas medis bersiap di ruang instalasi gawat darurat Rumah Sakit Darurat Penanganan COVID-19 Wisma Atlet Kemayoran, Jakarta. Presiden Joko Widodo yang telah melakukan peninjauan tempat ini memastikan bahwa rumah sakit darurat ini siap digunakan untuk karantina dan perawatan pasien Covid-19

REPUBLIKA.CO.ID, Letda Laut (K) Fauzan Rustandi mengaku kaget ketika diberikan tugas untuk menjadi salah satu relawan dokter yang bertugas di Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. Kabar tersebut ia dapatkan pada Jumat 21 Maret 2020 lalu. Sekitar pukul 22.00 WIB, ia mendapatkan surat perintah untuk melakukan tugas tersebut.

Surat perintah tersebut menginstruksikan dokter berusia 26 tahun itu untuk berangkat ke RSD Wisma Atlet keesokan harinya, Sabtu 22 Maret 2020. Tentu bukan hanya Fauzan yang merasa kaget, orang tua dan istrinya pun merasakan hal yang sama ketika itu. Rasa cemas dan khawatir menghantui keluarga dan istrinya. Terlebih Fauzan harus meninggalkan sementara anaknya yang baru berumur dua bulan.

"Pasti ada namanya rindu, cemas, khawatir karena kan benar-benar kontak dengan pasien Covid-19 dan anak kami kebetulan baru dua bulan. Jadi bener-bener istri lagi repot dan tekanan juga. Jadi agak berat, terutama istri," ungkap Fauzan kepada Republika melalui sambungan telepon, Jumat (17/4).

Tapi, ia memahami tugasnya sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jika sudah ada surat perintah, maka seorang prajuit tidak bisa menolaknya. Prajurit TNI Angkatan Laut (AL) itu menjelaskan, bagi tentara, suatu tugas merupakan kepercayaan dan kehormatan bagi setiap prajurit yang mendapatkannya.

Sejak hari itulah ia harus berpisah sementara dengan istri dan anaknya. Sudah hampir satu bulan ia tidak bertatap muka langsung dengan sumber semangatnya tersebut. Banyak suka dan duka yang harus ia rasakan selama bertugas di RSD Wisma Atlet.

"Suka dan duka pengalamannya ya jauh dari keluarga. Tapi karena itu memang sudah tugas kami, ya pasti kami lakukan dengan ikhlas dan penuh tanggung jawab," ujar dia.

Selama berada di rumah sakit yang dulunya menjadi tempat tinggal sementara para atlet se-Asia itu, Fauzan dan relawan dokter lainnya bertugas sebagai garda terdepan untuk membantu para pasien pengidap Covid-19. Para relawan dokter ditugaskan di instalasi gawat darurat (IGD) dan rawat inap.

"Tugas terpenting itu memastikan apakah benar pasien ini mengidap Covid-19 yang memang sekarang menjadi pandemik di seluruh dunia. Kemudian selalu memastikan pasien yang mengidap Covid-19 ini terisolasi dengan benar dan tetap mampu mendapatkan kebutuhan mereka," tutur Fauzan.

Ada sejumlah tantangan yang ia rasakan dalam bertugas sebagai dokter yang menangani wabah ini. Salah satu tantangan utamanya, sekaligus juga hal yang terpenting untuk dilakukan, ialah penggunaan masker N95.

Masker yang efektif digunakan untuk mencegah penularan virus Covid-19 itu dikenakan minimal delapan jam sehari. Akibatnya, tanda hitam muncul di sekitar hidung para dokter.

"Rata-rata dari kita itu hidungnya pada hancur pakai N95. Itu karena dia benar-benar rapat dan yang menempel di hidung itu kan yang bagian besi dan kita minimal delapan jam pakai masker itu, hidung keteken terus, dan besoknya mengulang-mengulang. Jadi ya pasti semua dokter di sini itu hidungnya bertanda hitam," katanya.

Hal lain yang juga ia anggap sebagai tantangan ialah saat harus melakukan pendekatan terhadap pasien dengan karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Menurutnya, setiap pasien punya respons yang berbeda dalam menghadapi Covid-19.

"Ada yang menerima, ada yang depresif, bahkan ada yang pernah mencoba melakukan upaya bunuh diri dengan lompat dari kamar yang berada di lantai cukup tinggi," katanya.

Fauzan menjelaskan, ada satu cara pendekatan yang paling penting dan efektif untuk dilakukan, yakni pemberian edukasi dan menjalin komunikasi secara verbal kepada setiap pasien. Pasien yang sebelumnya tertutup, akan membuka diri jika hal tersebut sudah dilakukan.

Ia selalu memberikan waktu kepada setiap pasien untuk didengarkan dan juga diperhatikan. "Begitu mereka bahagia, sistem imun mereka itu akan bekerja dengan optimal. Yang paling penting itu benar-benar pendekatan, ngobrol, berikan waktu mereka untuk didengarkan, untuk diperhatikan," ujar Fauzan.

Ketika ditanya soal rasa letih, ia mengaku, pasti setiap dokter merasakannya. Bahkan ada beberapa dokter yang merasa kondisinya menurun dan jenuh karena selama sebulan di RSD Wisma Atlet melakukan hal yang sama setiap hari. Tapi, rasa letih itu kalah dengan semangat membantu dalam tugas kemanusiaan yang sedang mereka jalani.

"Karena kita di sini tugasnya untuk tugas kemanusiaan, untuk Satgas Kemanusiaan, apapun itu, rasa capek, semangat itu pasti bisa mengalahkan," ungkap pria yang kini bertugas sebagai Ketua Tim Swab itu.

Selain itu, ia juga mengatakan, misi kali ini merupakan misi kemanusiaan. Satu hal yang selalu ia tanamkan dalam benaknya, yakni sebagai dokter, apapun yang dikerjakan percayalah untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Menurutnya, tidak ada satupun dari pasien yang mau terjangkit Covid-19. "Jadi jangan mendiskriminasi mereka. Dan saya tanam dalam hati saya, kalau mereka itu adalah keluarga saya. Jadi apapun kondisi mereka pasti saya akan bantu," tuturnya.

Fauzan mengaku, tidak mengetahui pasti kapan akan selesai bertugas di RSD Wisma Atlet. Berdasarkan surat perintah yang ia terima, yang tertulis ialah bertugas sejak 21 Maret sampai dengan selesai, tidak ada tanggal pasti kapan tugas tersebut berakhir.

Rasa khawatir yang keluarganya rasakan ia coba untuk redam dengan selalu menyempatkan memberikan kabar di setiap waktu luang yang ia miliki.

"Setiap ada waktu senggang, malam, itu video call gimana caranya mereka lihat kita masih bisa senyum semangat dan menunjukkan semua baik-baik saja. Ya, itu mungkin akan megurangi rasa khawatir mereka," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement