Jumat 17 Apr 2020 14:13 WIB

Peneliti: Pandemi Momentum Evaluasi Kebijakan Bansos

Kebijakan perlindungan sosial akan bergantung kepada data yang lebih akurat.

Bansos yang diberikan Pemprov DKI Jakarta siap didistribusikan.
Foto: Republika/Prayogi
Bansos yang diberikan Pemprov DKI Jakarta siap didistribusikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta menilai, masa pandemi Covid-19 saat ini dapat dijadikan momentum untuk mengevaluasi struktur kebijakan bantuan sosial (bansos) yang diberikan kepada warga yang membutuhkan.

Menurut dia, kebijakan terkait perlindungan sosial perlu dievaluasi karena selama pandemi Covid-19 terlihat bahwa masyarakat berpenghasilan rendah adalah yang paling rentan terhadap kejutan bencana.

"Indonesia perlu menilai kembali struktur kebijakan kesejahteraan sosial," kata Felippa Ann Amanta di Jakarta, Jumat (17/4).

Dia mengingatkan, banyak pekerja dan buruh yang sangat bergantung pada pendapatan dari pekerjaan sehari-hari. Begitu juga dengan tenaga kerja bebas seperti pengemudi ojek daring yang mau tidak mau harus tetap beroperasi untuk mencari penghasilan.

Felippa mengakui bahwa Indonesia sudah memiliki berbagai jenis bansos untuk masyarakat miskin, seperti Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Keluarga Harapan (PKH), dan juga Bantuan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang terbukti sangat esensial untuk masyarakat Indonesia.

"Namun ternyata dampak dari program-program ini belum cukup untuk menghindarkan penerimanya dari risiko kehilangan mata pencaharian," kata Felippa.

Untuk itu, lanjut dia, Indonesia harus mengkaji kemungkinan mengimplementasikan beberapa kebijakan baru, seperti asuransi tuna karya atau jaminan sosial lain yang siap membantu dalam keadaan bencana.

Ia menegaskan, kebijakan perlindungan yang ada akan bergantung kepada data yang lebih akurat terhadap situasi sosial ekonomi masyarakat Indonesia, sehingga bisa ditargetkan secara tepat.

"Kebijakan juga perlu dirancang sehingga tidak memberi disinsentif untuk mencari kerja, melainkan hanya sebagai perlindungan minimal ketika kelompok rentan terkena kejutan bencana," katanya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan, penerima PKH dan BLT tidak bisa ikut dalam program Kartu Prakerja karena mereka sudah menerima bantuan sosial. "Tapi dari keluarga itu, anaknya bisa ikut pelatihan," katanya dalam keterangan pers daring di Jakarta, Kamis (16/4).

Sedangkan batas minimal usia yang bisa ikut dalam program tersebut yakni berusia di atas 18 tahun dan tidak sedang sekolah. Dari kriteria itu, sejumlah kementerian juga sudah memberikan data terkait pekerja yang kena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) mulai dari Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Pariwisata, BPJS Ketenagakerjaan dan kementerian/lembaga lain.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement