Jumat 17 Apr 2020 11:00 WIB

Inggris Harus Terapkan Pembatasan Hingga Vaksin Ditemukan

Pakar sarankan Inggris harus terapkan pembatasan sosial sampai vaksin ditemukan

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Suasana tentang St James Park, London Pusat Inggris, 13 April 2020. Pakar sarankan Inggris harus terapkan pembatasan sosial sampai vaksin ditemukan. Ilustrasi.
Foto: EPA
Suasana tentang St James Park, London Pusat Inggris, 13 April 2020. Pakar sarankan Inggris harus terapkan pembatasan sosial sampai vaksin ditemukan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Profesor matematika biologi Imperial College London yang menjadi penasehat pemerintah Inggris, Neil Ferguson, mengatakan mungkin Inggris harus tetap menerapkan kebijakan pembatasan sosial di level tertentu. Pembatasan perlu diterapkan hingga vaksin untuk virus corona tersedia.

"Jika kami melonggarkan kebijakan terlalu banyak, maka kami melihat adanya kenaikan penularan," kata Ferguson kepada stasiun radio BBC, Jumat (17/4).

Baca Juga

Menteri luar negeri yang kini memimpin pemerintah Inggris Dominic Raab sudah mengumumkan Inggris memperpanjang karantina nasional. Perpanjangan berlangsung setidaknya hingga tiga pekan mendatang. Langkah ini dilakukan untuk memutus rantai penularan virus corona atau Covid-19 yang telah menelan 138 ribu nyawa di seluruh dunia.

"Jika kami ingin membuka kembali sekolah, membiarkan masyarakat kembali bekerja, maka kami harus mempertahankan jumlah penularan rendah dengan cara lain," kata Ferguson.

Chief Executive perusahaan farmasi Inggris GlaxoSmithKline, Emma Walmsley, mengatakan tampaknya vaksin tidak akan tersedia sampai paruh kedua tahun depan. Hingga saat ini China dan Amerika Serikat menjadi garda depan penemuan vaksin Covid-19.

Kementerian Riset dan Teknologi China mengklaim saat ini Perusahaan farmasi asal China, CanSino Biologics, melaporkan telah memulai fase kedua uji klinis terhadap salah satu vaksin Covid-19. Sementara pengembangan vaksin di AS yang dilakukan oleh National Institutes of Health and Moderna Inc. (NIH) tidak jauh tertinggal.

Relawan yang mengikuti fase pertama uji klinis pada bulan lalu kini bersiap mendapat dosis kedua vaksin eksperimental tersebut. Kepala Bagian Penyakit Menular di NIH, Anthony Fauci, mengakui sejauh ini pihaknya belum mendapat "bendera merah” dalam uji klinis fase pertama.

Ia berharap akan bisa menggelar uji klinis yang lebih besar pada Juni mendatang. Sementara kandidat vaksin ketiga yang dikembangkan Inovio Pharmaceuticals sudah mulai menjalani fase pertama uji klinis pada pekan lalu di Amerika Serikat dan kelak di China.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement