Kamis 16 Apr 2020 11:11 WIB

Kisah-Kisah Ketaatan Generasi Salaf kepada Ibu Mereka

Para generasi salaf sangat berbakti kepada ibu mereka.

Hari Ibu (Ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Hari Ibu (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Ibu adalah alasan kita bisa berdiri di bumi ini. Semua kebaikan yang lahir dari seluruh indra kita, ada andil ibu di dalamnya. Seorang anak akan selalu menjadi anak ibunya. Entah bagaimana keadaannya saat itu. Ibu juga menjadi alasan seseorang untuk memprioritaskan amal.

Ada berjuta kisah khidmat yang agung para salafus shalih terhadap sosok ibu. Gemintang terbaik generasi Islam memberikan sebuah contoh terbaik bagaimana cara berbakti kepada ibu.

Baca Juga

Muhammad bin Sirin pernah berkisah. Pada pemerintahan Utsman bin Affan, harga pokok kurma mencapai harga yang amat tinggi. Saat itu harganya sebanding dengan seribu dirham. Maka Usamah bin Zaid, panglima perang yang baru berumur 17 tahun, bergegas menebang sebatang pohon kurma. 

Usamah kemudian mencabut bagian pangkal kurma yang berwarna putih, berlemak dan biasa dimakan dengan madu.  

Lalu dia memberikan bagian tersebut kepada ibunya. Orang-orang lantas bertanya keheranan. "Usamah apa yang engkau lakukan? padahal engkau tahu pokok kurma kini harganya menjadi seribu dirham." Usamah dengan amat ringan menjawab, "Ibuku menghendakinya. Setiap ibuku menginginkan sesuatu yang mampu kudapatkan, aku pasti memberikannya."

Ibu Usamah adalah Ummu Aiman. Seorang yang merawat Rasulullah SAW saat kecilnya. Sementara ayahnya adalah Zaid bin Haritsah, seseorang yang setia membantu Nabi SAW. Usamah adalah sahabat yang tumbuh dan besar dalam didikan orang terbaik, berada di lingkungan terbaik dan bertemu dengan orang paling baik.

Meski harga pokok kurma amat mahal, Usamah enteng saja menebangnya. Jelas keinginan ibunya jauh melebihi angka seribu dirham. Jauh lebih mahal. Kita patut bercermin dari bakti Usamah. Tentu saja secara naluri kita mencintai ibu kita melebihi diri kita sendiri mungkin. Ibu menjadi magnet yang amat dahsyat untuk membuat seorang anak merenung. Bahkan tergugu.

 Ibu juga menjadi alasan seseorang untuk memprioritaskan amal. Adalah Muhammad bin Munkadir mengomentari kegemaran Umar, saudara kandungnya yang gemar sholat malam. Muhammad mengisahkan jika Umar asyik dengan sholat malamnya yang khusyuk, ia lebih memilih bersama ibunya. 

Di saat saudaranya larut dalam sholat, Muhammad juga larut dalam memijit-mijit kaki ibunya. "Dan aku tidak ingin kugunakan malamku seperti malamnya," kata Muhammad mengomentari ibadah saudaranya. Tentu tak ada yang salah dalam kisah ini. Sholat malam adalah ibadah yang amat utama. Tak semua mata bisa bangkit dari tidur di malam nan sepi untuk bermunajat. Sholat tahajud adalah sholat sunah yang utama. Namun di saat yang bersamaan, Muhammad lebih memilih berbakti kepada ibunya. Ada prioritas. Sebab ada ibu disana. 

Jika amal akhirat bagi salafus shalih prioritas amalnya setelah berbakti kepada ibu, lalu bagaimana dengan amal dan kerja-kerja dunia? Apakah kejujuran nurani masih tak cukup menggerakkan gerak nyata untuk memuliakan wanita terhormat itu? 

Allah SWT berfirman, "Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya." (QS al Isra' [17]: 23)

 

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement