Jumat 17 Apr 2020 02:08 WIB

Industri Otomotif dalam Bayang-Bayang Corona

Mengamankan rantai pasok dan produksi bukan pekerjaan mudah di industri otomotif.

Hiru muhammad
Foto: Republika/Daan Yahya
Hiru muhammad

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Hiru Muhammad*)

Coronavirus disease (Covid-19) telah menghasilkan efek domino luar biasa bagi sistem sosial, ekonomi, dan politik dunia. Di sektor industri, perkembangan virus tersebut telah berhasil menghentikan roda ekonomi, terutama rantai pasok atau produksi yang melibatkan beragam industri di dalamnya.

Dalam waktu singkat, roda industri yang berjalan lancar harus dihentikan secara mendadak. Penyebabnya, adanya kekhawatiran meluasnya wabah virus tersebut ke sumber daya manusia, yang merupakan aset strategis bagi sebuah industri. Hal ini seperti yang dialami industri otomotif nasional yang terpaksa menghentikan sementara produksi kendaraan, bagi kebutuhan nasional maupun ekspor.

Menurut laman resmi Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sejumlah perusahaan industri otomotif telah  menghentikan kegiatan produksinya sementara waktu. PT Honda Prospect Motor (HPM) menghentikan kegiatan produksinya mulai tanggal 13 April. Pabrik Honda di Karawang (Jawa Barat) yang berkapasitas 200 ribu unit per tahun akan berhenti beroperasi selama 14 hari.

Penghentian sementara produksi menyebabkan volume produksi mobil Honda tahun ini turun. Honda memilih untuk fokus meningkatkan efisiensi bisnis dan produksi serta menjaga penguasaan pangsa pasar ritel minimal 14,5 persen. “Pada dasarnya kami harus menyesuaikan tingkat produksi kami dengan permintaan pasar,” kata Yusak Billy (Marketing Director PT HPM).

Hal ini pula yang dilakukan Suzuki Indonesia dalam melindungi kesehatan karyawan. Seiji Itayama, President Director PT Suzuki Indomobil Motor/PT Suzuki Indomobil Sales, beberapa waktu lalu menyebutkan, yang menjadi prioritas utama adalah kesehatan seluruh elemen perusahaan. Karena itu, Suzuki akan menghentikan sementara kegiatan produksi di pabrik sebagai salah satu upaya melindungi karyawan.

Penghentian sementara kegiatan produksi tersebut akan berlangsung selama dua pekan, mulai dari 13 April 2020 sampai 24 April 2020, di ketiga lokasi pabrik Suzuki, yaitu Cakung, Tambun, dan Cikarang. Namun, Suzuki tetap akan memberikan upah secara penuh kepada karyawan yang sementara tidak bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Gaikindo menyebutkan, jumlah kendaraan yang dihasilkan industri otomotif terus terkoreksi. Apabila pada 2018 jumlahnya mencapai 1,15 juta unit, pada 2019 turun menjadi 1,03 juta unit. Sepanjang Januari hingga Februari 2020 jumlahnya hanya 216 ribu unit. Proyeksi hingga akhir 2020 hanya 600 ribu unit.

Mengamankan rantai pasok atau rantai produksi memang tidak mudah bagi industri besar seperti otomotif. Ekonom Indef, Tauhid Ahmad, di sela diskusi bersama Forum Wartawan Otomotif (Forwot) pekan lalu menyebutkan, banyak pihak terlibat sesuai dengan perannya masing-masing. Industri otomotif tidak bisa berdiri sendiri. Sejumlah perusahaan pemasok yang mensuplai berbagai komponen kendaraan bermotor memiliki andil yang besar. Selain investasi, keberadaan SDM yang terampil dan memenuhi kualifikasi tertentu sudah menjadi aset yang sangat bernilai bagi perusahaan.

Apabila sampai terganggu cukup lama, kemitraan ini dapat menjadi kerugian yang sangat besar bagi industri secara keseluruhan. Kerugian tersebut apabila tidak teratasi dengan baik dapat menjadi malapetaka hingga bangkrut dan melakukan PHK karyawannya. Target produksi yang tidak tercapai menjadi kerugian besar bagi perusahaan dan negara. Hal ini juga berdampai bagi upaya percepatan pemulihan ekonomi nasional. Apalagi, sektor otomotif kini telah menjadi primadona bagi devisa negara karena Indonesia telah menjadi pusat produksi sejumlah model kendaraan yang diekspor ke mancanegara.

Kondisi di mancanegara juga tidak mudah karena mereka pun memiliki masalah yang sama. Beberapa negara Uni Eropa dan negara lain memangkas produksi mereka dan merumahkan pekerjanya. Hal ini berdampak ke penjualan, tenaga kerja, bahan material, komponen, serta logistik.

Industri memilih mengalokasikan anggaran dan menyelamatkan SDM untuk memerangi virus mematikan tersebut. Masyarakat juga memprioritaskan membeli makanan dibanding nonmakanan, terutama kelas menengah ke bawah. Kondisi seperti ini akan berpengaruh pada strategi pasar dengan membidik konsumen loyal atau berdaya beli tinggi.

Industri otomotif juga perlu menjaga rantai pasok atau produksi dari hulu sampai hilir. Jangan sampai pasar berhenti dan mereka tidak bekerja sehingga risiko keuangan membuat mereka mencari pekerjaan lain. Tidak mustahil fase enam bulan dapat membuat perusahaan gulung tikar sehingga akan kehilangan banyak mitra. Industri otomotif banyak bergantung pada UMKM agar mereka tetap berjalan. Industri induknya jangan sampai melakukan PHK sehingga kehilangan banyak aset.

Kemenperin menyebutkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 terdapat tambahan dana sebesar Rp 405,1 triliun untuk penanganan wabah Covid-19. Dari jumlah tersebut, Rp 150 triliun untuk membantu pemulihan sektor industri termasuk industri otomotif. Karena itu, upaya maksimal perlu dilakukan termasuk memberikan sejumlah keringanan agar aset yang ada tetap terjaga sehingga roda ekonomi bisa kembali bergerak saat dibutuhkan.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement