Selasa 14 Apr 2020 15:56 WIB

Kemenkumham: Dari 36.554 yang Dibebaskan, Hanya 12 Berulah

Pilihan membebaskan tahanan lantaran kondisi lapas yang rawan penyebaran virus Corona

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Teguh Firmansyah
Kondisi berbagai lapas di Indonesia yang penuh dan sesak oleh para tahanan.
Foto: Dok Istimewa
Kondisi berbagai lapas di Indonesia yang penuh dan sesak oleh para tahanan.

REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA --  Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia telah mengeluarkan dan membebaskan 36.554 narapidana dan anak di seluruh Indonesia melalui program asimilasi dan integrasi berkenaan dengan virus Covid-19.  Keputusan tersebut menjadi polemik di masyarakat. 

Muncul berbagai informasi terjadinya berbagai tindak kriminal dan ancaman di tengah warga akibat pembebasan itu.

Baca Juga

Pelaksana tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Nugroho menegaskan pilihan memberikan asimilasi dan integrasi karena kondisi di dalam Lapas ataupun Rutan di Indonesia yang sangat rawan penyebaran dan penularan penyakit.  Pembebasan narapidana menjadi pilihan terakhir yang harus dipahami oleh berbagai pihak untuk meminimalisir terjadinya penyebaran virus dan penyakit di dalam lapas/rutan.

“Kondisi yang dihadapi warga binaan seperti kelebihan penghuni, sanitasi yang kurang memadai, memunculkan rekomendasi terbaik bagi mereka untuk dirumahkan sehingga mengurangi risiko penularan yang besar,” kata Nugroho di Jakarta, Selasa (14/4).

Menurut Nugroho kecemasan masyarakat saat ini karena masih banyaknya hoaks atau kabar bohong beredar tentang banyaknya mantan narapidana membuat ulah setelah dibebaskan di tengah pandemi Covid-19 ini. Nyatanya, kata Nugroho, sampai kini baru 12 narapidana yang berulah dari sekitar 36.554 yang sudah dibebaskan.

Nugroho menegaskan bahwa sesuai dengan instruksi Menkumham, narapidana yang kembali melakukan tindak kejahatan setelah bebas akan diberi sanksi berat.

Diketahui, sesuai dengan peraturan dan prosedur pemberian Asimilasi dan Hak Integrasi, di tahun 2020 ini telah dipetakan 40.329 warga binaan yang secara berangsur-angsur sudah harus dikeluarkan.

Hal tersebut diaminkan Direktur Pembinaan Narapidana dan Latihan Kerja Produksi, Yunaedi. Ia menuturkan, secara normatif, tanpa adanya Permenkumham 10 ini sebenarnya memang 40 ribu narapidana sudah harus keluar secara bertahap.  "Termasuk yang 36 ribu ini. Mengapa ini menjadi heboh? Karena ini dikeluarkan bersama-sama,” ungkap Yunaedi.

Senada dengan hal itu, Direktur Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Yuspahruddin, juga menjelaskan, seluruh langkah yang diterapkan Ditjen PAS sudah berpedoman dengan apa yang dikeluarkan oleh ICRC dan WHO dalam menanggulangi Covid-19.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement