Senin 13 Apr 2020 17:30 WIB

Prolegnas Prioritas Terhambat Covid-19

Komisi III DPR tengah menggodok RUU Pemasyarakatan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Teguh Firmansyah
Sidang Paripurna DPR (ilustrasi).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Sidang Paripurna DPR (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pandemi virus Covid-19 atau Corona dipastikan akan menghambat kinerja legislasi DPR. Hal ini berimbas kepada pembahasan 50 RUU yang masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas masa sidang 2020.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Ibnu Multazam mengonfirmasi, pembahasan RUU akan terganggu adanya wabah virus corona ini. Apalagi pembukaan masa sidang 2020 sempat ditunda selama satu minggu.

Baca Juga

"Tapi kami tetap memberi perhatian terhadap pembahasan RUU, sambil juga memfokuskan pada pengawasan penanganan virus Covid-19 ini," ujar Ibnu kepada Republika.co.id, Senin (13/4).

Meski begitu, RUU dapat diselesaikan dengan cepat jika DPR dan pemerintah memang serius dalam pembahasannya. Namun, hal itu tentu akan terasa sulit di tengah pandemi saat ini. "Jadi nanti apakah tercapai semua prolegnas prioritas, itu juga tergantung kepada pemerintah dalam pembahasannya nanti," ujar Ibnu.

Meski begitu, ia menegaskan bahwa pembahasan RUU yang tak terkait dengan penanganan virus Corona bukanlah hal salah. Sebab, DPR tentu melihat urgensi manfaat undang-undang tersebut saat disahkan nanti.

Salah satunya adalah RUU Mineral dan Batubara (Minerba), yang saat ini tengah dibahas oleh Komisi VII. Selain itu, Komisi III DPR yang tengah menggodok Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan RUU Pemasyarakatan.

Jika target penyelesaian prolegnas prioritas tak dapat selesai pada 2020, DPR akan melakukan rapat kerja dengan pemerintah. Rapat untuk menentukan apakah RUU yang belum selesai akan dialihkan ke prolegnas prioritas masa sidang berikutnya atau tidak.

"Minggu depan kita akan rapat kerja dengan Menkumham untuk melihat pembahasan RUU akan kita intensifkan atau melihat perkembangan terlebih dahulu," ujar Ibnu.

Wakil Ketua Baleg lainnya, Achmad Baidowi juga mengakui bahwa pembahasan RUU yang berada dalam prolegnas prioritas akan terganggu. Namun, ia tetap optimistis dengan kinerja legislasi.

Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan memadatkan masa sidang 2020. Sembari melihat perkembangan penanganan virus Covid-19.

"Pada masa sidang IV, waktu reses anggota diperpendek. Kemudian, memadatkan waktu sidang, bisa saja begitu nanti,” ujar Baidowi.

Selain itu, DPR akan melihat RUU yang krusial untuk dituntaskan. Agar pembahasannya tidak kembali molor ke tahun berikutnya. "Jadi, tidak harus tuntas tahun ini juga. Bisa dilanjut ke prolegnas tahun selanjutnya,” ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.

Di sisi lain, Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Charles Simabura mendesak DPR untuk fokus saja dalam fungsi pengawasan dan penganggaran terkait penanganan virus Covid-19 yang dilaksanakan pemerintah. Serta, untuk sementara waktu menunda tugas legislasinya seperti pembahasan undang-undang yang tak berkaitan dengan penanganan wabah ini.

"Tidak meniadakan fungsi utama dalam pengawasan dan penganggaran, yang legislasi dipending dulu," ujar Charles, Senin (13/4).

Menurutnya dalam situasi pandemi seperti ini, sudah semestinya DPR tidak memanfaatkannya untuk membahas RUU yang kontroversial. Khususnya, omnibus law RUU Cipta Kerja, RKUHP, dan RUU Pemasyarakatan.

"Setuju jika mereka harus kerja, tapi kerja yang manfaat buat masyarakat. Dalam kondisi sekarang bahas RUU lain jelas jauh dari kemanfaatan," ujar Charles.

Jika target legislasi pembahasan RUU ditunda terlebih dahulu, DPR dapat fokus pada pengawasan dan penganggaran dalam penanganan virus Covid-19. Khususnya, terkait Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan yang diteken Presiden Joko Widodo.

"Awasi perppu itu, awasi PSBB, awasi proses keluar masuk barang, termasuk awasi anggaran juga yang hampir Rp 400 triliun," ujar Charles.

Jikalau DPR ngotot untuk mengesahkan omnibus law RUU Cipta Kerja, RKUHP, dan RUU PAS, itu berpotensi melanggar sejumlah azas mengenai peraturan pembentukan perundang-undangan.

Salah satunya, potensi melanggar azas kejelasan tujuan pembentukan ketiga RUU tersebut. Pasalnya, dalam kondisi normal saja, ketiga RUU itu menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat, apalagi saat kondisi saat ini.

Selain itu, DPR berpotensi melanggar melanggar asas kedayagunaan. Hal ini lantaran, ketiga RUU itu dibahas saat negara sedang menghadapi Covid-19.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement