Senin 13 Apr 2020 16:33 WIB

Anak Krakatau Masih Sisakan Debu di Pulau Sebesi

Bau belerang sudah hilang, tapi debu halus masih turun di Pulau Sebesi.

Rep: Mursalin Yasland/ Red: Andi Nur Aminah
Warga mendayung sampan dengan latar belakang erupsi Gunung Anak Krakatau di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung, Selasa (1/1/2019).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warga mendayung sampan dengan latar belakang erupsi Gunung Anak Krakatau di Pelabuhan Pulau Sebesi, Lampung Selatan, Lampung, Selasa (1/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG -- Aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau (GAK) mulai menurun pada Senin (13/4) petang. Warga Pulau Sebesi yang berdekatan langsung dengan GAK di Perairan Selat Sunda masih merasakan debu pasir halus, sisa letusan gunung berapi yang pernah meletus tahun 1883 tersebut. "Sekarang sudah tidak sekuat letusan beberapa hari lalu. Sudah mendingan. Tapi, debunya masih tersisa di Sebesi ini," kata M Yusuf (57 tahun), tokoh masyarakat Dusun Regahan Lada III, Desa Tejang, Pulau Sebesi, Lampung Selatan, kepada Republika.co.id Senin (13/4).

Menurut Yusuf, bau belerang saat gunung tersebut meletus beberapa kali, menyemburkan bau sampai di Pulau Sebesi. Warga yang berhamburan keluar rumah, selain menghirup belerang juga mengalami mata perih oleh debu pasir halusnya. Sekarang, ujar dia, bau belerang sudah hilang, tapi debu halus masih turun di pulau tersebut.

Baca Juga

Masker permintaan masyarakat Pulau Sebesi, ia mengatakan sudah datang dan dipakai warga. Bantuan masker tersebut diberikan bupati Lampung Selatan kepada masyarakat setelah permintaan masker warga diberitakan. "Pak bupati sudah memberikan bantuan masker, terima kasih pemberitaannya," kata Yusuf, yang juga berprofesi nelayan.

Pada Jumat (10/4) pukul 22.00, GAK mengalami erupsi. Letusan beberapa kali terdengar keras di warga di Pulau Sebesi dan Desa Way Muli dan Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan. Erupsi GAK semakin kuat hingga Sabtu (11/4) dini hari. Lava pijar GAK dan komom letusan terlihat jelas dari Pulau Sebesi. Warga keluar rumah, dan khawatir terjadi gelombang tsunami seperti yang terjadi pada 22 Desember 2018 lalu.

Menurut Arifin (58 tahun), warga Desa Tejang, setahun dari kejadian tsunami yang melanda, nelayan Pulau Sebesi kembali beraktivitas melaut mencari ikan. Beberapa perahu dan mesin perahu  bantuan dari donatur telah dimanfaatkan nelayan untuk melaut. "Sekarang nelayan sudah banyak lagi yang melaut. Sudah normal lagi, setelah setahun kejadian tsunami," kata Arifin.

Dia mengatakan, masyarakat Pulau Sebesi mulai bangkit lagi beraktivitas baik yang bertani, berkebun, dan nelayan. Kehidupan masyarakat mulai normal lagi setelah beberapa waktu lalu tidak bisa melaut dan bekerja, karena perahu rusak, hilang, dan tidak ada mesinnya.

Selain itu, ujar dia, Pulau Sebesi sudah teraliri listrik selama 24 jam, setelah sebelumnya penduduk hanya menikmati aliran listrik hanya enam jam saja pada malam hari. "Sekarang listrik sudah 24 jam, selama tahun 2020," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement