Sabtu 11 Apr 2020 07:45 WIB

Modi Ajak Bersatu Lawan Covid, Tapi Tetap Diskriminasi

Human Rights Watch Asia Selatan menyebut pemerintahan Modi bertindak diskriminatif

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Christiyaningsih
Human Rights Watch Asia Selatan menyebut pemerintahan Modi bertindak diskriminatif. Ilustrasi.
Foto: AP Photo
Human Rights Watch Asia Selatan menyebut pemerintahan Modi bertindak diskriminatif. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Human Rights Watch Asia Selatan dalam laporannya menyebut undang-undang kewarganegaraan baru India merupakan wujud diskriminasi. Dalam sebuah pernyataan, Meenakshi Ganguly, Direktur Asia Selatan di Human Rights Watch, mengatakan Perdana Menteri India Narendra Modi telah mengajukan permohonan untuk berjuang bersatu melawan Covid-19.

"Tetapi belum menyerukan persatuan dalam perang melawan kekerasan dan diskriminasi anti-Muslim," ujar Ganguly.

Baca Juga

Menurut Ganguly, kebijakan pemerintah telah membuka pintu bagi kekerasan massa. Pemerintah juga tidak menindak perbuatan polisi yang telah menanamkan rasa takut di kalangan umat Islam dan komunitas minoritas lainnya di seluruh negeri. Undang-Undang Amandemen Kewarganegaraan India itu dinilai sebagai ancaman bagi jutaan Muslim India.

Undang-undang yang disetujui Desember lalu itu mempercepat kewarganegaraan bagi umat Hindu, Sikh, Jain, dan Kristen dari Pakistan, Afghanistan, dan Bangladesh tetapi menghalangi naturalisasi bagi umat Islam. Para pemimpin Muslim pun khawatir setiap warga negara akan diminta untuk membuktikan kewarganegaraan India.

Banyak organisasi dan berbagai kalangan lain berusaha melobi Mahkamah Agung untuk menantang validitas konstitusi tersebut. Apalagi banyak pula pemerintah negara bagian yang menolak untuk menerapkan undang-undang itu.

Laporan yang disusun Human Rights Watch setebal 82 halaman berjudul 'Menembak Pengkhianat: Diskriminasi Terhadap Muslim di Bawah Kebijakan Kewarganegaraan Baru India'. Laporan ini menyebut polisi dan pejabat lain telah berulang kali gagal mengintervensi saat para pendukung pemerintah menyerang pihak yang memprotes kebijakan tersebut.

"Namun, polisi dengan cepat menangkap kritik terhadap kebijakan tersebut dan membubarkan demonstrasi damai mereka, termasuk dengan menggunakan kekuatan yang berlebihan dan mematikan," demikian kata laporan itu.

Laporan Human Rights Watch didasarkan pada lebih dari 100 wawancara kepada korban pelecehan dan keluarga mereka yang berasal dari New Delhi dan negara bagian Assam dan Uttar Pradesh. Laporan juga dibuat berdasarkan wawancara dengan para pakar hukum, akademisi, aktivis, dan pejabat polisi.

Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa menolak mengomentari laporan itu. "Ini masalah sensitif dan kami tak bisa berkomentar saat ini," kata juru bicara partai, Shahnawaz Hussain, kepada Anadolu Agency.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement