Jumat 10 Apr 2020 18:42 WIB

Guru Diajak Berperan dalam Kampanye #TangguhBersamaKeluarga

Kesempatan pembelajaran daring selama ini dinilai salah-kaprah.

Rep: my31/ Red: Fernan Rahadi
Seorang guru memberikan tugas menggunakan aplikasi pembelajaran daring (ilustrasi).
Foto: ANTARA/Fikri Yusuf
Seorang guru memberikan tugas menggunakan aplikasi pembelajaran daring (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA --- Indonesia sedang menghadapi berbagai keresahan di tengah wabah Covid-19. Ancaman dalam bidang kesehatan adalah satu hal, namun gejala-gejala atas dampak negatif lain mulai terlihat, seperti resesi ekonomi hingga kesehatan mental yang mulai diuji. Kendati begitu, selama wabah masih terjadi, krisis adalah fenomena sosial yang tidak bisa kita hindari.

Untuk menghadapi hal tersebut, Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM)  mengajak guru-guru Indonesia untuk mengambil peran dalam kampanye Nasional 'Membangun Ketangguhan Keluarga di Tengah Wabah Covid-19 melalui Pembelajaran Menyenangkan.'

“Latar belakang dari kampanye #TangguhBersamaKeluarga adalah selain social distancing, physical distancing, dan kebijakan pemerintah lain, membangun imun tubuh kebal virus perlu diperhatikan. Maka ada cara yang bisa dilakukan warga dalam tingkat individu. Untuk itu peran keluarga menjadi sangat vital karena menjadi tempat kembalinya kita di saat mengisolasi diri sendiri. Bahkan perilaku disiplin menjaga jarak, tidak pergi ke kerumunan bisa dibangun di keluarga, baik melalui diskusi, refleksi bahkan pendidikan sekolah yang menautkan antara pelajaran pengetahuan dan pemecahan masalah corona ini,” tutur pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal, Rabu (8/4)

Pembelajaran daring yang saat ini dilaksanakan memungkinkan guru tidak hanya intens berkomunikasi dengan siswa, namun juga dengan wali siswa. Peluang untuk kolaborasi antarsatuan sosial, yakni sekolah dan keluarga, semakin terbuka lebar.

Namun, Rizal menilai kesempatan pembelajaran daring selama ini salah-kaprah. Karena hal itu justru memisahkan siswa dari keseharian keluarga. Anak-anak dan orang tua bukannya membangun kedekatan, namun justru dibuat sibuk dengan soal-soal dan materi yang tidak kontekstual. Hal inilah yang berpotensi menimbulkan masalah baru, bahkan memperburuk hubungan keluarga dan sekolah.

Rizal juga mengemukakan bahwa materi pelajaran sudah tidak relevan lagi jika menjawab soal di buku atau LKS, karena tidak terkait dengan persoalan nyata yang dihadapi di masa wabah ini.

“Butuh penanganan sense of crisis di masa pandemi ini, termasuk di cara belajar. Jangan sampai rasa stres dan penat anak-anak berpindah dari sekolah ke rumah, karena kondisi itu akan melemahkan mental yang berakibat pada turunnya imun tubuh," kata Rizal.

Justru yang dibangun adalah karakter dan life skill siswa. Bagaimana kemampuan siswa berpikir, mencari literatur, kekritisan ilmiahnya dipakai untuk membantu meredam wabah dengan cara dan gaya mereka. 

"Misal membuat poster melawan corona, menjahit alat perlindungan diri seperti masker atau APD sederhana, menanam apotek hidup untuk memperkuat sistem kekebalan tubuh, membantu membersihkan rumah, dan bahkan memberi santunan sosial bagi mereka yang membutuhkan tentunya menggunakan standard keamanan Covid-19. Maka tagar kita selain tangguh keluarga, juga #Belajar NonLKS,” kata Rizal.

Tujuan dari kampanye ini adalah guru bisa mengajak atau memberikan tugas ke siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang menyenangkan selama sekolah dari rumah dan tidak membebani dengan tugas-tugas sekolah yang kurang tepat.

Rizal mengatakan, terdapat guru di SDN Jetisharjo Sleman, Khoiry Nuria, yang membuat mini riset, mengajak siswanya membuka link https://sebaran-covid19.jogjaprov.go.id.

"Kemudian membuat peta sebaran berdasar data di atas, lalu merefleksi mengapa sebaran meningkat itu terjadi? Apa penyebabnya? Bagaimana menanggulanginya? Apa yang perlu dilakukan siswa secara individu maupun keluarganya untuk memutus wabah?" kata Rizal.

Ada juga pembelajaran di SDN Rejodani Sleman yang memberikan tugas membuat batik corona dan poster. "Bahkan ada yang memberikan bantuan sembako untuk keluarga korban warga Cokrobedog yang hanyut kemarin,” papar Rizal.

Kampanye ini akan didahului oleh kuliah melalui Whatsapp Group (WAG) serentak mengundang seluruh sekolah di Indonesia dengan dibagi beberapa area wilayah kuliah melalui WAG seperti di Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Tangerang Raya, dan luar jawa.

“Guru-guru GSM akan membagikan praktik sesuai tema terlebih dulu, lalu mengajak sekolah lain di luar GSM untuk melakukan tantangan yang sama, kemudian mempostingnya di berbagai media sosial mereka masing-masing dengan hastag #TangguhBersamaKeluarga  dan #BelajarNonLKS sehingga harapannya akan menjadi kampanye nasional, yakni membangun ketangguhan fisik, mental, pangan dan ekonomi melalui ketangguhan keluarga dan pembelajaran kontekstual ala GSM,” kata Rizal.

Rizal pun berharap kampanye tersebut dapat menjadi peran GSM dalam menangani penyebaran virus corona melalui pendidikan yang menyenangkan di GSM.

Menurut Rizal, belum adanya ketegasan serta aksi nyata dari pemerintah tentang pembelajaran kontekstual perang melawan Covid-19, mengakibatkan guru-guru di sekolah membebani murid-murid dengan berbagai tugas dan menjawab soal-soal di rumah. 

"Meskipun UN atau ujian sekolah ditiadakan, namun paradigma serta keterampilan guru masih kuno dan lama. Akibatnya anak-anak bukannya bahagia dan refreshing di rumah, justru tambah stres dan terbebani karena guru hanya memindahkan beban belajar di sekolah ke rumah sehingga orang tua ikut disibukkan dengan tugas-tugas LKS itu," ujarnya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement