Jumat 10 Apr 2020 16:57 WIB

Dampak Virus Corona: Berpacu Mencegah PHK Massal

PHK massal menjadi ancaman serius akibat wabah virus corona.

Dampak Virus Corona: Berpacu Mencegah PHK Massal. Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.
Foto: CDC via AP, File
Dampak Virus Corona: Berpacu Mencegah PHK Massal. Ilustrasi virus corona dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Adinda Pryanka, Sapto Andika Candra

Pandemi virus corona telah menghancurkan sendi-sendi ekonomi, baik di level global maupun nasional. Siklus bisnis pada perusahaan di banyak sektor terganggu yang berdampak pada turunnya produksi, anjloknya pendapatan, hingga munculnya kerugian-kerugian akibat tidak seimbangnya pendapatan dan pengeluaran.

Pemutusan hubungan kerja (PHK) pun menjadi masalah serius akibat macetnya bisnis perusahaan. Sektor pariwisata yang paling pertama merasakan dampak wabah covid ini.

Salah satu yang terimbas adalah industri hotel. Menurut Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jawa Barat, Dedi Taufik, sebanyak 575 hotel di wilayah Jawa Barat sudah tidak beroperasi. 

Hal ini menyebabkan dirumahkannya 25 ribu karyawan semenjak ada aturan pembatasan sosial dari pemerintah. Dedi mengatakan, dari laporan dinas pariwisata di tingkat kabupaten/kota, okupansi hotel hanya berada di kisaran 5 persen.

Kabar tak indah juga datang dari Semarang. Sedikitnya 7.955 pekerja di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, harus menerima kenyataan di-PHK dan dirumahkan.

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Semarang, Jarot Supriyoto, mengungkapkan, dari jumlah 7.955 pekerja yang terdampak tersebut, sebanyak 342 pekerja di-PHK. Sebanyak 7.613 pekerja lainnya terpaksa harus dirumahkan. Dari 33 perusahaan di Semarang, sebanyak 10 perusahaan di antaranya telah merumahkan dan melakukan PHK terhadap pekerjanya. 

Padahal, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengajak pengusaha untuk bersama-sama menghadapi tekanan ekonomi akibat Covid-19. Jokowi pun meminta perusahaan untuk sekuat tenaga menghindari PHK karyawan di tengah masa sulit ini.

"Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak mudah. Kita harus hadapi bersama-sama. Saya mengajak pengusaha untuk berusaha keras mempertahankan para pekerjanya," ujar Jokowi dalam keterangan pers, Kamis (9/4).

Bagi pengusaha, tidak melakukan PHK karyawan tampaknya sulit direalisasikan. Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menuturkan, sangat sulit untuk memenuhi permintaan pemerintah agar tidak melakukan PHK, khususnya apabila penyebaran virus masih tinggi dan kondisi ekonomi masih tertekan seperti sekarang.

Shinta menggambarkan situasi saat ini sangat sulit karena sebagian besar perusahaan mengalami penurunan pendapatan yang sangat drastis. Bahkan, di beberapa sektor sudah ada perusahaan yang tidak memiliki pendapatan selama berbulan-bulan. "Mereka harus tutup atau mengajukan kepailitan," katanya.

Kendati demikian, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam menuturkan, pengusaha terus melakukan diskusi dengan pekerja. Hal ini dilakukan agar win-win solution ditemukan bagi kedua belah pihak.

Poin utama yang dibicarakan adalah rencana lay off atau PHK. Bob mengatakan, diskusi tersebut menentukan apakah pekerja tetap menjadi karyawan dengan segala keterbatasan atau PHK dengan pesangon. 

Bob mengakui, saat ini merupakan masa sulit bagi pemerintah, pengusaha, dan pekerja. Kegiatan ekonomi berhenti, berdampak pada penurunan pemasukan secara signifikan dan menghambat arus uang. Namun, dunia usaha sudah melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki arus keuangan agar bisa menekan kemungkinan PHK.  

Bob menambahkan, Apindo juga terus mendorong anggotanya untuk dapat mendahulukan kewajibannya terhadap buruh melalui berbagai langkah. "Dari efisiensi di semua aspek, job sharing, sampai mencari terobosan bisnis kami coba lakukan," tuturnya.

Bagaimana Cara Mencegah PHK Massal?

Shinta Kamdani menyebutkan ada dua hal yang menjadi tumpuan bagi dunia usaha dalam menekan potensi gelombang PHK. Keduanya adalah stimulus kredit dan penurunan beban finansial perusahaan.

Shinta menjelaskan stimulus kredit berupa relaksasi kredit, penurunan suku bunga kredit, dan restrukturisasi kredit akan membantu perusahaan dalam pengadaan cash flow. Upaya lain juga bisa dilakukan seperti mempercepat pencairan restitusi pajak untuk mempertahankan kemampuan finansial perusahaan.

Faktor kedua, penurunan beban-beban finansial perusahaan yang sifatnya tidak urgent atau non-primer bisa ditunda atau dikoreksi besarannya. Hal ini bisa dilakukan dengan menurunkan tarif listrik sesuai dengan penurunan harga minyak dunia maupun penundaan pembayaran semua bentuk pajak, bea, dan pungutan lain.

Penurunan beban juga bisa dilakukan dalam bentuk penundaan kewajiban pembayaran tunjangan hari raya (THR) hingga iuran BPJS Kesehatan. "Ini dilakukan agar perusahaan punya cukup dana untuk menggaji karyawan selama mungkin sampai kondisi berangsur normal," ujar Shinta.

Shinta mengatakan, kedua faktor tersebut sudah dilakukan perusahaan semaksimal mungkin. Beberapa perusahaan sudah berhasil merestrukturisasikan utangnya. Sementara itu, sebagian lain masih dalam proses dengan bank atau institusi jasa keuangan lain.

Banyak perusahaan juga sudah mengajukan klaim untuk insentif fiskal dan meminta percepatan restitusi pajak. Namun, Shinta menjelaskan, insentif ini belum banyak membantu karena pemerintah hanya berfokus pada sektor manufaktur. 

Untuk upaya lain, Shinta menambahkan, perusahaan juga mengkaji kembali dan merevisi struktur pengeluaran perusahaan. Dari ulasan (review) ini, banyak aspek pengeluaran yang dapat dihilangkan atau setidaknya dipangkas. Upaya tersebut dilakukan oleh pelaku usaha agar perusahaan punya cukup dana untuk bertahan hidup dan melaksanakan kewajiban-kewajiban usaha, termasuk menggaji karyawan. 

Shinta menekankan, kedua faktor tersebut hanya akan efektif mencegah PHK apabila pemerintah aktif memastikan stimulus-stimulusnya berjalan lancar serta memberikan efek langsung yang signifikan terhadap relaksasi beban cash flow keuangan. Upaya ini pun sifatnya hanya menunda PHK, bukan menghentikan PHK. Pasalnya, Shinta menjelaskan, selama wabah terus menyebar, kondisi ekonomi hanya akan semakin buruk. 

Pemerintah menargetkan dapat membantu 6 juta pekerja terdampak tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19 sampai akhir tahun. Sebanyak 5,6 juta di antaranya merupakan pekerja informal yang akan dibantu melalui kartu prakerja.

Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Askolani, mengatakan, bantuan kepada 400 ribu pekerja sektor formal akan diberikan melalui BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek. 

Cara Lain: Stimulus Ekonomi Pemerintah untuk Tekan PHK

Pemerintah tidak tinggal diam menghadapi ancaman PHK massal akibat wabah virus corona ini. Sejumlah stimulus ekonomi sudah diberikan mulai dari stimulus fiskal, finansial, moneter, hingga stimulus jaminan sosial.

Dari stimulus fiskal, pemerintah telah menyusun sejumlah insentif bagi perusahaan untuk meringankan beban usahanya. Stimulus yang diberikan kepada dunia usaha antara lain penggratisan PPh 21 bagi pekerja sektor pengolahan dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta per tahun. 

Kemudian, pembebasan PPN impor diberikan untuk pengusaha yang melakukan impor dengan tujuan ekspor, terutama bagi industri kecil dan menengah. Pemerintah juga mengurangi PPh 25 sebesar 30 persen untuk sektor tertentu dan memberikan kemudahan impor tujuan ekspor (KITE) bagi industri kecil dan menengah. Selanjutnya, pemerintah mempercepat restitusi PPN bagi 19 sektor tertentu untuk menjaga likuiditas pelaku usaha.

Selain kepada pengusaha, insentif juga disiapkan untuk masyarakat miskin, rentan miskin, dan kelompok yang ekonominya terdampak Covid-19. Bantuan sosial tambahan pun disiapkan, berupa paket sembako bagi masyarakat terdampak di DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Melalui Polri, pemerintah akan meluncurkan 'Program Keselamatan' yang ditujukan bagi pengemudi taksi, bus, truk, dan kernet. Mereka semua akan mendapat program pelatihan kerja dan insentif dengan total nilai Rp 600 ribu per orang per bulan selama tiga bulan.

"Ini seperti kartu prakerja, yakni program keselamatan oleh Polri yang mengombinasikan bansos dan pelatihan. Targetnya 197 ribu pengemudi. Anggarannya Rp 360 miliar," kata Presiden Jokowi.

Stimulus finansial memberikan keringanan dan pelonggaran kredit atau utang bagi UMKM dan individu. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan kemudahan pelonggaran cicilan, baik keringanan jangka waktu, suku bunga, maupun cicilan pokok dan bunga yang bisa disesuaikan.

Yang tidak kalah penting, stimulus ekonomi di sisi moneter dalam hal ini di bawah komando Bank Indonesia (BI). BI terus berupaya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan melakukan intervensi ke pasar uang.

Stabilitas rupiah yang ditandai dengan menguatnya rupiah atas dolar AS menjadi sangat penting bagi industri yang bergantung pada bahan impor dan bagi perusahaan yang memiliki utang dalam bentuk dolar AS. Dengan stimulus-stimulus ini, PHK massal diharapkan bisa dicegah. Perusahaan tetap beroperasi dan karyawan mendapat gaji. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement