Jumat 10 Apr 2020 15:13 WIB

Kadin Sebutkan Dua Tumpuan Pengusaha untuk Tekan PHK

Perusahaan dapat melakukan restrukturisasi kredit dan penurunan beban finansial.

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah pekerja pabrik berjalan di luar area pabrik saat jam istirahat di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (7/4). Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menyebutkan ada dua hal yang menjadi tumpuan bagi dunia usaha dalam menekan potensi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Keduanya adalah stimulus kredit dan penurunan beban finansial perusahaan.
Foto: Antara/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah pekerja pabrik berjalan di luar area pabrik saat jam istirahat di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (7/4). Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menyebutkan ada dua hal yang menjadi tumpuan bagi dunia usaha dalam menekan potensi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Keduanya adalah stimulus kredit dan penurunan beban finansial perusahaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Kamdani menyebutkan ada dua hal yang menjadi tumpuan bagi dunia usaha dalam menekan potensi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Keduanya adalah stimulus kredit dan penurunan beban finansial perusahaan.

Shinta menjelaskan, stimulus kredit berupa relaksasi kredit, penurunan suku bunga kredit dan restrukturisasi kredit akan membantu perusahaan dalam pengadaan cashflow. Upaya lain juga bisa dilakukan seperti mempercepat pencairan restitusi pajak untuk mempertahankan kemampuan finansial perusahaan.

Baca Juga

"Sehingga pelaku usaha tetap bisa menggaji karyawan sepanjang wabah dan selama kondisi ekonomi belum rebound," tuturnya ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (10/4).

Faktor kedua, penurunan beban-beban finansial perusahaan yang sifatnya tidak urgent, nonprimer, bisa ditunda atau dikoreksi besarannya. Ini bisa dilakukan dengan menurunkan tarif listrik sesuai dengan penurunan harga minyak dunia maupun penundaan pembayaran semua bentuk pajak, bea dan pungutan lain.

Penurunan beban juga bisa dilakukan dalam bentuk penundaan kewajiban pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) hingga iuran BPJS Kesehatan. "Ini dilakukan agar perusahaan punya cukup dana untuk menggaji karyawan selama mungkin sampai kondisi berangsur normal," ujar Shinta.

Shinta mengatakan, kedua faktor tersebut sudah dilakukan perusahaan semaksimal mungkin. Beberapa perusahaan sudah berhasil merestrukturisasikan utangnya. Sementara sebagian lain masih dalam proses dengan bank atau institusi jasa keuangan lain.

Agar lebih lancar, Shinta berharap ada petunjuk teknis atau pendampingan yang lebih baik dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai aplikasi Peraturan OJK terkait relaksasi kredit.  

Banyak perusahaan juga sudah mengajukan klaim untuk insentif fiskal dan meminta percepatan restitusi pajak. Tapi, Shinta menjelaskan, insentif ini belum banyak membantu mengingat pemerintah hanya berfokus pada sektor manufaktur.

"Banyak sektor yang sebenarnya butuh, namun belum memperoleh manfaat pembebasan fiskal itu," katanya.

Untuk upaya lain, Shinta menambahkan, perusahaan juga mengkaji kembali dan merevisi struktur pengeluaran perusahaan. Dari review ini, banyak aspek pengeluaran yang dapat dihilangkan atau setidaknya dipangkas.

Upaya tersebut dilakukan oleh pelaku usaha agar perusahaan punya cukup dana untuk bertahan hidup dan melaksanakan kewajiban-kewajiban usaha, termasuk menggaji karyawan. "Walaupun upaya ini juga belum tentu cukup ntk menggaji karyawan seperti biasa," ucap Shinta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement